LAJUR.CO, KENDARI – PT Bumi Sultra Jaya (BSJ) memberi penjelasan terkait publikasi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kendari yang melakukan penyitaan uang miliaran rupiah berasal dari tunggakan pajak selama 2 tahun berturut-turut oleh perusahaan tambang tersebut pada awal Agustus lalu.
Dalam keterangan pers diterima Lajur.co, Kamis (21/12/2023), Direktur PT BSJ, Wardan menegaskan pihaknya menyatakan keberatan lantaran diklaim melakukan penggelapan PPN di tahun 2018 dan 2019.
Ia mengatakan pada Agustus lalu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Kanwil DJP Sulselbartra) melakukan konferensi pers di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) tentang penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap) II dari penyidik PPNS DJP Sulselbartra kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sultra.
“Sejak saat itu terbangun image negatif di masyarakat melalui berbagai pemberitaan di media bahwa PT BSJ melakukan penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 4,3 Miliar yang mengakibatkan negara merugi. Saya selaku Direktur PT BSJ keberatan dikatakan melakukan penggelapan PPN di tahun 2018 dan 2019,” jelas Wardan.
Wardan menjelaskan bahwa perusahan yang ia pimpin berdiri sejak tahun 2012. Pada tahun yang sama, PT BSJ memulai aktivitas pengangkutan ore nikel melalui perusahaan rekanan. Selama periode tahun 2012 sampai tahun 2017, ia mengklaim PT BSJ sangat patuh pada aturan dan regulasi yang ada khususnya terkait perpajakan.
“Selama kurun waktu lima tahun itu, PT BSJ terus memberikan kontribusi kepada negara dengan membayarkan PPN tanpa ada problem. Namun, pada November 2017, mitra BSJ yang menangani pengangkutan ore nikel dari stockpile ke tongkang dikarenakan performance yang tidak baik sehingga pada saat itu telah dilakukan penghentian pekerjaannya oleh pihak pemberi pekerjaan yaitu PD Perdana Cipta Mandiri,” lanjut Wardan menjelaskan ikhwal permasalahan.
Proses pergantian kontraktor darat yang menangani pekerjaan pengangkutan ore nikel dari mining ke tongkang memakan waktu 3 sampai 4 bulan. Saat masa transisi itulah, pihak BSJ mengalami kerugian.
“Yang dimana di satu sisi, PT BSJ tetap mengeluarkan biaya operasional, kondisi tersebut membuat PT BSJ tidak melakukan aktivitas apapun sehingga cashflow PT BSJ mulai mengalami gangguan,” jelasnya.
Permasalah itu juga ikut mempengaruhi target kuota yang telah disepakati tahun 2018. Perusahaan tidak dapat memenuhi sehingga menyebabkan kerugian di pihak BSJ.
Klaim kerugian tersebut berlanjut hingga tahun awal tahun 2019, lantaran pihak pemilik cargo ore nikel atau pemilik IUP menyetop sementara kegiatan sebab ijin IPPKH berakhir dan dalam proses perpanjangan atas ijin tersebut.
“Dalam proses perpanjangan IPPKH itu memakan waktu 3 bulan, selama proses itu juga lagi-lagi PT BSJ harus kembali mengeluarkan biaya operasional yang besar seperti penyewaan perbulan 4 unit kapal tongkang, BBM solar, gaji crew maupun gaji karyawan serta biaya operasional lainnya yang digunakan sampai menunggu ijin tersebut selesai diperpanjang,” urai Wardan.
Apes beruntun dialami PT BSJ dari tahun 2017 hingga tahun 2019 membuat pimpinan perusahaan mengambil kebijakan strategis untuk menyelamatkan keberlangsungan bisnis.
“Demi kelangsungan atas pendapatan dari kontrak pekerjaan PT BSJ di saat itu sehingga saya memutuskan untuk sebagian dana dari pencairan invoice yang telah diterima, yang seharusnya disetorkan ke negara namun pada saat itu saya putuskan agar dana tersebut dialihkan sementara kepada biaya-biaya operasional di lapangan,” katanya.
Di akhir tahun 2019, persisnya tanggal 31 Desember, pemerintah menerbitkan aturan larangan ekspor. Kondisi ini praktis membuat PT BSJ kembali merugi. Kondisi ini praktis mengganggu aliran cashflow perusahaan. Dari pihak rekanan PT BSJ yakni PT. SKM dilaporkan juga menunggak pembayaran invoice senilai Rp7,2 miliar.
Permasalahan beruntun dari periode akhir tahun 2017 hingga sampai 2019, membuat PT BSJ urung menyelesaikan pembayaran atas kurang bayar PPN yang telah tertunggak di tahun 2018 dan 2019.
“Memasuki tahun 2020 keuangan PT BSJ semakin terpuruk, ditambah lagi dengan adanya penyebaran Covid-19. Di tahun ini menjadi tahun terburuk, dimana keuangan menjadi semakin tidak stabil. Lagi-lagi, PT BSJ tetap harus menjaga eksistensinya dan merealisasikan hak-hak karyawan yang mencapai kurang lebih 140an pekerja. Itu membuat management PT BSJ tetap mengeluarkan dana operasional yang tidak sedikit jumlahnya,” jelas Wardan
Kendari kondisi perusahaan tidak stabil, PT BSJ tetap merealisasikan kewajibannya kepada negara dengan tetap melakukan pembayaran PPN dengan rincian pembayaran pajak PPN di tahun 2018 senilai Rp5 milyar lebih.
Pihak PT. Bumi Sultra Jaya mengklaim telat membayarkan Rp 2,3 miliar. Artinya masih ada kekurangan lebih dari Rp 2,6 miliar lagi yang mesti disetorkan perusahaan ke negara.
Sisa nilai tersebut belum dikurangi dengan pajak masukan yang diterima oleh PT BSJ dari mitra sebesar Rp89 juta jika pajak masukan tersebut di kreditkan maka sisa kewajiban PPN yang harus dibayarkan oleh pihak perusahaan adalah senilai Rp2,5 miliar.
Adapun perincian pembayaran pajak PPN di tahun 2019 adalah sebagai berikut:
– Total Pajak PPN atas Pajak Keluaran Rp 7.107.570.770
-Pihak PT. Bumi Sultra Jaya telah membayarkan Rp 3.263.771.960
Dengan rincian sebagai berikut:
-Setoran Tunai Rp 2.815.872.754
Kredit Pajak masukan sebesar Rp 447.899.206
Proses di Kanwil DJP Sulselbartra
Saat proses bukti permulaan di Kanwil Makassar, PT BSJ menyatakan telah menyetorkan kewajiban pajak sebesar Rp 1.671.880.235,-. Jadi total sisa yang belum kami setorkan setelah dikurangi dari penyetoran pada saat terjadinya Bukper adalah senilai Rp 2.171.918.575,-. Nilai kewajiban tersebut belum dikurangkan dengan pajak masukan yang belum dikreditkan tahun 2019 sebesar Rp 803.707.639,-
Jadi total keseluruhan sisa yang belum disetorkan PT BSJ sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Pihak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara adalah Rp 1.368.210.936,-. Padahal total seharusnya yang semestinya disetorkan atas kekurangan bayar pajak PPN tahun 2018 dan Tahun 2019 adalah senilai Rp 3.904.019.911,-
“Dari penjelasan saya di atas dan kejadian yang telah menimpa saya pada saat ini menurut hemat saya secara pribadi bahwa atas perbuatan yang saya lakukan dengan belum menyetorkan kekurangan bayar dari pembayaran PPN tahun 2018 dan tahun 2019 ini dimana untuk menetapkan saya sebagai tersangka oleh pihak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara sangatlah terburu-buru,” urainya.
Sebagai warga negara yang taat pajak, Wardan mengatakan semestinya pihak DJP justru mengambil kebijakan pembinaan. Terlebih pihak DJP mengetahui jelas bahwa PT BSJ masih memiliki piutang yang belum diselesaikan oleh mitranya dimana jumlahnya melebihi nilai PPN yang belum disetorkan di tahun 2018 dan di tahun 2019..
“Sadar akan kewajiban terhadap negara dengan menyelesaikan PPN tertunggak, PT BSJ terus berupaya melakukan penagihan kepada rekanannya yaitu PT SKM, hingga upaya hukum ditempuh PT BSJ melalui Pengadilan Niaga Makassar pada Pengadilan Negeri Makasar pada tahun 2021. Hasilnya terjadi perdamaian, dimana dari akta perdamaian yang tercantum didalamnya, isinya tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga menjadikan janji bayar oleh saya selaku direktur utama PT. BSJ kepada Penyidik DJP Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara terkait kekurangan bayar PT. BSJ atas penyetoran PPN yang belum disetorkan atau yang dibayarkan sebagai pajak masukan ke Negera belum dapat diselesaikan sampai tahun 2023,” beber Wardan panjang lebar
Selama proses bergulir, Direktur PT. BSJ mengaku sangat kooperatif dan patuh memenuhi seluruh surat pengambilan keterangan oleh kantor pajak bersangkutan.
“Kemudian dalam proses pemeriksaan tersebut Pihak yang mempunyai piutang ke PT. BSJ dalam hal ini PT. SKM juga telah dipanggil oleh pihak Penyidik DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara di Makassar untuk memberikan kesaksiannya tentang Piutang yang belum diselesaikan dan masih ada sebagian PPN yang juga belum diserahkan kepada pihak PT BSJ namun Fakturnya sudah di laporkan,” pungkas Wardan.
Sebelumyadiberitakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kendari melakukan penyitaan uang miliaran rupiah berasal dari tunggakan pajak selama 2 tahun berturut-turut oleh PT Bumi Sultra Jaya (BSJ). Perusahaan tersebut bergerak di bidang usaha pengangkutan hasil pertambangan berupa ore nikel.
Kajari Kendari Ronal H Bakara mengungkapkan peristiwa tersebut terjadi sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2019. Dalam kurun waktu tersebut, Direktur PT BSJ, Wardan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar 4.308.472.793 miliar rupiah.
“PT. Bumi Sultra Jaya tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut dari customernya (pelanggan) yaitu, PD Perdana Cipta Mandiri, PT Weda Bay Nickel, PT Sinar Terang Mandiri,dan PT Sinar Karya Mustika, ” ungkap Ronal pada saat konferensi pers, Senin (13/11/2023).
Terdakwa diajukan ke depan persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kendari dengan pasal dakwaan melanggar pasal 39 ayat 1 huruf i Undang-Undang RI nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Disampaikan juga, penyetoran pembayaran atas perkara tindak pidana pajak merupakan prestasi yang diraih oleh tim Penuntut Umum Kejari Kendari sebagai bentuk optimalisasi penanganan perkara tindak pidana perpajakan.
“Upaya akan terus dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kendari untuk memaksimalkan peran kejaksaan dalam hal pembayaran atau pengembalian atas kerugian negara khususnya dalam perkara tindak pidana perpajakan,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa uang 4.308.472.793 miliar rupiah dari pengembalian penanganan perkara kasus tersebut, akan dititipkan ke rekening penampungan Kejari Kendari di Bank BRI, sembari menunggu putusan dari majelis hakim. Adm