LAJUR.CO, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memastikan pemerintah akan mengimplementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam aturan tersebut, tarif PPN bisa naik dari semula 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.
“Mengenai waktu implementasinya, kami berpedoman pada amanat UU HPP, yaitu paling lambat 1 Januari 2025,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, Sabtu (12/10).
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga memberi sinyal tarif PPN naik menjadi 12 persen tahun depan.
Airlangga tak menjawab spesifik PPN akan naik. Namun, dia memberi kisi-kisi, pemerintah selanjutnya akan melanjutkan program pemerintah saat ini, termasuk regulasi yang disahkan di periode Jokowi.
“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan bahwa pilihannya keberlanjutan. Kalau keberlanjutan tentu berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan tetap dilanjutkan. Termasuk kebijakan PPN,” kata Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (8/3).
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, sejumlah barang dan jasa dikecualikan dari pengenaan PPN. Untuk daftar barang yang tidak dikenakan PPN di antaranya makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, dan warung. Hal ini karena barang tersebut merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).
“Meliputi makanan dan minuman baik yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah,” tulis Pasal 4A ayat 2 butir c.
Selanjutnya, barang yang dikecualikan dari PPN yakni uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, serta surat berharga.
Selain itu, sejumlah jasa juga tetap dikecualikan dari PPN, seperti jasa keagamaan. Jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa katering, hingga jasa penyediaan tempat parkir juga masih tetap bebas PPN, karena merupakan objek PDRD yang ketentuannya diatur pemerintah daerah.
“Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah,” tulis Pasal 4A ayat (3) butir q. Adm
Sumber : Kumparan.com