SULTRABERITA.ID, KENDARI – Hari ini 13 tahun yang lalu, tepatnya 7 Maret 2007, pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-200 terbakar di Bandara Adisutjipto.
BACA JUGA :
- Tips Mengemudi Aman Mudik Lebaran 2025
- Melihat Atraksi Pawai Ogoh-Ogoh di Koltim, Abd Azis: Budaya Lokal, Wajib Dilestarikan!
- Catat! Golongan Wajib Pajak Ini Tak Perlu Lapor SPT 2025
- Gelontorkan Duit Pribadi Rp1 Miliar, ASR Lepas Mudik Gratis Gelombang Pertama
- Jerih Payah Atlet Peraih Medali PON Terbayarkan, Gubernur ASR: Tak Ada Lagi Bonus Atlet yang Telat!
Pesawat tujuan Yogyakarta dari Jakarta ini mengalami guncangan hebat sebanyak dua kali saat mendarat. Guncangan ini disusul dengan percikan api dari roda depan.
Melansir Harian Kompas, 8 Maret 2007, pesawat pun turun dan naik tanggul sedalam 3 meter. Kondisi ini membuat pesawat Garuda, Boeing 737/400 dengan nomor penerbangan GA-200 ini hancur setelah terbakar dan meledak.
Kronologi
Saat roda depan pesawat menyentuh landasan pacu, tiba-tiba muncul percikan api dan asap. Saat itu, percikan api masih kecil.
Namun, percikan api dari roda depan pesawat dengan pilot M Marwoto dan kopilot Budiman ini semakin membesar dan disertai kepulan asap.
Setelah keluar dari landas pacu, pesawat melewati lapangan rumput, menuruni tanggul sedalam tiga meter dimana di bawah tanggul dipasang pagar besi setinggi satu setengah meteran.
Pesawat lalu melewati got selebar 50 sentimeter, pemisah jalan (divider) setinggi 30 sentimeter selebar satu meter, turun ke jalan raya dua arah masing-masing selebar enam meter dengan divider selebar 1,5 meter.
Pesawat kemudian melanggar got kecil, menabrak pagar berduri dan menanjak lagi ke tanggul luar setinggi 3 meter sebelum kedua mesin di kiri-kanan sayap pesawat terlepas.
Di lahan kebun kacang itu, pesawat pun berhenti dalam kondisi terbakar dan sesaat kemudian terjadi ledakan besar.
Puluhan awak berhamburan ke arah ujung landasan, termasuk sejumlah mobil pemadam kembarkan dan ambulans.
Sekitar dua atau tiga menit dari saat mendarat, terdengar letusan keras dan pesawat pun diselimuti api.
Penyebab
Melansir Harian Kompas, 12 April 2007, kecepatan pesawat Garuda ini diketahui terlalu tinggi.
Dari hasil pembacaan rekaman data penerbangan, kecepatan pesawat berada di atas 130 knot dengan posisi flap hanya 5 derajat.
Keterangan tersebut merupakan salah satu fakta yang diungkapkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam laporan hasil investigasi awal kasus kecelakaan ini.
Menurut KNKT, kemiringan pesawat saat mendarat juga terlalu curam. Akibatnya, pesawat gagal berhenti pada landasan pacu 09, meluncur melewati batas ujung landasan sehingga pesaat menabrak pagar besi bandara,
Dua mesin dan dua roda pendarat utama terlepas dari pesawat dan pesawat tetap dalam keadaan meluncur dengan kecepatan cukup tinggi.
Pesawat berhenti di persawahan dan timbul api yang cepat dengan besar.
Fakta lainnya, FDR yang ada dalam GA-200 diperuntukkan bagi pesawat non-EFIS (Electronic Flight Information System), sementara pesawat itu menggunakan FDR EFIS.
Namun, saat itu, investigasi mendalam disebut perlu dilakukan lagi.
Dari hasil investigasi ini, KNKT menyampaikan rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan penerbangan.
21 orang tewas
Kejadian ini menewaskan setidaknya 21 orang penumpang di dalamnya, termasuk seorang tokoh, mantan rektor Universitas Gadjah Mada, Koesnadi Hardjasoemantri.
Jenazah para korban ditemukan hangus di bangkai pesawat dan dievakuasi untuk diperiksa oleh Tim Laboratorium Forensik Rumah Sakit Umum Dr Sardjito, Universitas Gajdah Mada Yogyakarta.
Sementara, pasien yang selamat adalah termasuk Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu, H Din Syamsuddin yang berada satu deret dengan Koesnadi.
“Pesawat ini seperti meluncur saja dan tak dapat dihentikan. Lalu, semua bergetar hebat. Ketika berhenti, saya seperti terbangun kembali,” kata Din di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta saat itu sebagaimana diberitakan Harian Kompas.
Atas kejadian ini, pilot M Marwoto pun disidang dan sempat dijatuhi hukuman sebelum akhirnya dapat bebas dari segala tuduhan setelah mengajukan banding.
Captain Marwoto Komar sendiri merupakan lulusan PLP Curug 1985 yang langsung direkrut oleh Garuda.
Ia sudah mengantogi jam terbang sekitar 12.000 jam sebelum mengalami nasib naas di Bandara Adisucipto bersama dengan pesawat yang diterbangkannya. Adm
Sumber : kompas.com
Judul : https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/07/100214265/hari-ini-dalam-sejarah-pesawat-garuda-terbakar-di-bandara-adisutjipto-21?page=all#page4