SULTRABERITA.ID, KENDARI – Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi Tenggara mengklaim tingkat inflasi Sultra masih terkendali kendati pandemi Corona menggoyang pergerakan ekonomi masyarakat. Tekanan inflasi Sultra dikabarkan lebih rendah dari pada pola historisnya.
Khusus periode April 2020, Sulawesi Tenggara mencatatkan inflasi sebesar 0,16% (mtm). Persentase oni lebih rendah/tinggi dibandingkan inflasi bulan lalu, demikian pula dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,61% (mtm).
Relatif terkendalinya inflasi tersebut, ungkap Pimpinan BI Sultra, Suharman Tabrani disebabkan oleh deflasi yang terjadi di Kota Kendari sebesar 0,05% (mtm). Sementara tekanan harga di Kota Bau-Bau relatif besar dan mencatatkan inflasi sebesar 0,88% (mtm).
BACA JUGA :
- Tim Asistensi Bahas 15 Program Prioritas ASR-Ir Hugua 100 Hari Pascapelantikan
- Tenggelam di Saluran Irigasi, Bocah Perempuan Konawe Ditemukan Tewas
- Keuntungan Sertifikasi Halal untuk Pelaku Usaha
- Damkar Kendari Tangkap Ular Panjang 3 Meter di Pemukiman Warga Abeli
- 7 Penyakit Akibat Pembuluh Darah Pecah dan Penyebabnya
“Dengan pencapaian inflasi bulanan tersebut, maka inflasi tahunan Sultra pada April 2020 tercatat sebesar 0,54% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan pada periode yang sama tahun sebelumya yang tercatat sebesar 4,17% (yoy). Secara kumulatif inflasi hingga bulan April tahun 2020 sebesar -0,65% (ytd),” urai Suharman, Selasa 5 Mei 2020.
Tekanan inflasi pada April 2020 antara lain disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau tercatat mengalami inflasi sebesar 1,08% (mtm), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 0,07% (mtm).
Namun peningkatan inflasi tersebut sesuai pola historisnya, dimana menjelang Ramadhan tekanan inflasi Kelompok makanan, minuman, dan tembakau cenderung meningkat. Disamping itu musim panen padi yang masih terbatas di beberapa daerah serta gangguan pasokan ikan akibat peralihan angin muson turut berdampak pada peningkatan inflasi pada kelompok tersebut.
Komoditas pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang menjadi penyumbang utama inflasi di April 2020 antara lain beras, ikan kembung, dan telur ayam ras.
“Sebaliknya, komoditas hortikultura yang kerap menjadi momok inflasi seperti cabai rawit dan sawi hijau serta daging ayam ras, kali ini mengalami penurunan harga sehingga menahan laju inflasi pada kelompok ini,” urainya.
Tekanan inflasi kelompok transportasi sendiri mengalami penurunan sejalan menurunnya permintaan sebagai dampak COVID 19.
Penurunan aktivitas mobilisasi penumpang selang wabah Corona ini mengakibatkan kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh menurunnya tiket angkutan udara (-3,61% mtm) dengan andil -0,13%.
“Selain itu, penurunan juga terjadi pada kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar -1,71% (mtm) disebabkan oleh penurunan biaya pulsa ponsel (-3,98% mtm) dengan andil -0,13%. Penurunan kelompok tersebut akibat adanya kebijakan tarif dari penyedia jasa jaringan seluler untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat ditengah berlangsungnya pembatasan sosial,” jelasnya.
Lebih jauh, inflasi pada Mei 2020 diperkirakan akan tetap terkendali dan lebih rendah dari pola historis Ramadhan dan Idul Fitri.
Permintaan yang diperkirakan lebih rendah dari pola Ramadhan dan Idul Fitri tahun-tahun sebelumnya akibat dampak pandemik COVID-19 dan adanya kebijakan pembatasan sosial akan berdampak pada relatif terjaganya inflasi di bulan Mei 2020.
“Selain itu, periode panen yang terjadi dan pembatalan kenaikan iuran BPJS serta tarif listrik juga dapat menjadi faktor yang menahan laju inflasi,” ungkapnya
Efektivitas kebijakan yang dilakukan melalui sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah juga akan mempengaruhi stabilitas harga. Kebijakan dimaksud adalag memprioritaskan penggunaan APBN/APBD untuk antisipasi dan penanganan dampak Covid-19 seperti optimalisasi APBD untuk ketahanan pangan selama masa pandemi Covid-19 dan stimulus ekonomi berupa bansos untuk masyarakat.
Berikutnya adalah penguatan Perum Bulog untuk menjaga stabilitas harga telah dilakukan selang pandemi yang berbarengan dengan periode ramadan. Misalkan kebijakan pemerintah pusat untuk impor Gula Kristal Putih (GKP) dan daging kerbau melalui Perum Bulog, operasi pasar pangan pokok melalui jaringan distribusi yang dimiliki Bulog seperti Rumah Pangan Kita (RPK), ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) beras medium.
Terakhir adalah kebijakan memprirotaskan kelancaran distribusi logistik pangan strategis.
“Pengendalian inflasi akan ditekankan pada aspek 4K untuk mengantisipasi risiko tekanan inflasi. Terdapat beberapa risiko yang dapat mendorong peningkatan tekanan inflasi seperti potensi penurunan produksi ikan akibat peralihan angin muson yang berdampak pada peningkatan gelombang laut diwilayah perairan Kota Kendari serta penurunan aktivitas nelayan selama periode Ramadhan dan Idul Fitri,” urai Suharman.
Menyikapi perkembangan terkini dan memperhatikan risiko ke depan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra, kata Suharman, akan terus melakukan pemantauan harga dan pasokan pangan strategis serta melakukan langkah-langkah koordinasi baik dengan level pusat, provinsi, ataupun Kab/Kota di Sulawesi Tenggara yang difokuskan kepada penguatan pada aspek 4K yaitu Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Ekspektasi.
“Masyarakat dihimbau untuk membeli dan mengkonsumi secara bijak dan tidak berlebihan serta produsen/penjual/pedagang/distributor diharapkan dapat tetap menjual barang dagangannya dengan harga yang wajar. Disamping itu, menindaklanjuti MoU kerjasama perdagangan antara daeah yang tahun lalu telah disepakati, maka inflasi pada tahun ini dan khususnya menjelang Idul Fitri 1441 H, akan relatif terkendali. Melalui berbagai upaya tersebut dan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), inflasi Sulawesi Tenggara akan tetap terjaga pada sasaran inflasi nasional pada tahun 2020 yaitu 3,0 ± 1% (yoy),” pungkasnya. Adm