SULTRABERITA.ID, KENDARI – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan kembali Indonesia menolak bernegosiasi dengan China terkait batas maritim di Laut China Selatan dalam jumpa pers virtual di Istana Kepresidenan pada Kamis (11/6).
Pernyataan itu diutarakan Retno menanggapi situasi di Laut China Selatan yang kembali memanas. China disebut menggunakan taktik baru untuk memperkuat klaim sepihaknya terhadap Laut China Selatan.
BACA JUGA :
- Jadwal Lengkap SNPMB 2025: Ada SNBT, SNBP dan Jalur Mandiri
- Pelantikan Pengurus AMSI Sulsel Dirangkaikan Talkshow Prospek Ekonomi Sulsel 2025
- Dana Transfer Pusat ke Sultra Tahun 2025 Tembus Rp19,4 Triliun, Berikut Rinciannya!
- Tri Lanjutkan Komitmen Pemberdayaan Generasi Z Melalui Program H3yStar 3
- GenBI UHO Ajak Mahasiswa FISIP Cinta, Bangga & Pahami Uang Rupiah
Sejumlah analis internasional menyebutkan pemerintahan Presiden Xi Jinping mengerahkan ratusan kapal-kapal ikan China yang dikawal kapal penjaga pantai ke Laut China Selatan untuk memperkuat klaim historisnya di perairan kaya sumber daya alam itu.
Beberapa pengamat menganggap taktik baru China itu kian menempatkan Indonesia dan Malaysia, dua negara besar di Asia Tenggara, dalam posisi tertekan.
Kuala Lumpur memang memiliki klaim tumpang tindih dengan Beijing di Laut China Selatan. Sementara itu, Indonesia tidak pernah menganggap memiliki sengketa dengan Negeri Tirai Bambu di Laut China Selatan, meskipun aktivitas kapal-kapal Tiongkok di dekat perairan Natuna kerap mengkhawatirkan Jakarta selama ini.
Dalam jumpa pers pekan lalu itu, Retno menjelaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah kemaritiman dengan China.
“Oleh karena itu, izinkan saya kembali menekankan posisi konsisten Indonesia di Laut China Selatan,” kata Retno dalam jumpa pers itu.
“Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait Hukum Kelautan (UNCLOS) 1962, Indonesia tidak memiliki klaim wilayah yang tumpang tindih dengan China. Karena itu, tidak relevan bagi kami (RI-China) untuk berdialog terkait batas kemaritiman dan delimitasi batas wilayah,” paparnya menambahkan.
Secara terpisah, juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, juga percaya bahwa hukum UNCLOS 1962 mendukung posisi Indonesia dalam isu ini. Norma internasional itu, kata Faizasyah, menjadi sandaran Indonesia dalam menghadapi upaya pihak asing mana pun yang mengusik kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia, termasuk China.
Jurus baru Presiden Xi dengan mengerahkan kapal-kapal ikannya ke Laut China Selatan juga dinilai bisa menyulut konflik antara Beijing dengan Indonesia dan Malaysia dua negara besar di kawasan Asia Tenggara.
Hal itu terlihat dari ketegangan yang sempat terjadi antara kapal China-Malaysia serta kapal China-Indonesia di awal tahun ini.
Kapal-kapal China dan Malaysia sempat bersitegang ketika bertemu di perairan Laut China Selatan dekat Pulau Kalimantan awal tahun ini.
Kapal tambang resmi berbendera Malaysia, the West Capella, yang tengah mencari sumber daya, berpapasan dengan sebuah kapal survei berbendera Tiongkok yang tengah berlayar bersama kapal penjaga pantai China di perairan tersebut.
Malaysia lalu mengerahkan kapal patroli militer ke kawasan itu, sementara China berdalih pelayaran dua kapalnya tersebut merupakan aktivitas normal di perairan yang berada di bawah yurisdiksi negaranya.
Kejadian serupa juga terjadi antara kapal China-Indonesia di awal Januari lalu.
Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI memergoki puluhan kapal ikan China yang dikawal dengan kapal penjaga pantai dan kapal fregat pemerintah Tiongkok menerobos masuk wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. Selain menerobos, kapal-kapal China itu juga turut mengambil ikan di wilayah ZEE Indonesia.
Bakamla RI sempat melakukan pengusiran terhadap kapal-kapal China itu. Kendati sempat menjauh, kapal-kapal tersebut kembali memasuki perairan Indonesia.
RI telah melayangkan nota protes terhadap China, namun Beijing mementahkan dengan menyatakan bahwa negaranya memiliki hak historis dan berdaulat atas perairan di sekitar Kepulauan Nansha di Laut China Selatan, yang dianggap Jakarta masih wilayah ZEE Indonesia.
Presiden Joko Widodo bahkan sempat mengerahkan TNI termasuk beberapa jet F-16 dan kapal Angkatan Laut untuk mengamankan perairan Natuna.
Pada Mei lalu, China bahkan berani mengusir kapal perang Amerika Serikat yang sedang melintas di Kepulauan Paracel di Laut China Selatan. Pulau itu termasuk dalam wilayah yang diklaim Beijing di perairan tersebut.
Presiden Xi Jinping juga secara terbuka memerintahkan militer China untuk memperkuat latihan demi mempersiapkan kapasitas perang angkatan bersenjatanya dalam menangani segala macam kondisi darurat di Laut China Selatan.
Posisi Indonesia Tertekan
Isu Laut China Selatan selama ini kerap menjadi ganjalan relasi Beijing dengan negara-negara di Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia meski menyatakan tidak ikut bersengketa di perairan tersebut.
Namun, sejauh ini Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia berupaya menghindari isu Laut China Selatan mempengaruhi hubungan diplomatik dengan Beijing. Hal itu dilakukan karena sebagian negara ASEAN memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi yang cukup erat dengan China.
Tak hanya itu, peneliti senior Foreign Policy Research Institute, Felix Chang, dalam tulisannya pada Januari lalu mengatakan bahwa China juga tidak akan berhenti memperkuat klaimnya di Laut China Selatan meski mendapat protes keras dari mitra-mitranya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Beijing percaya bisa membungkam oposisi di Indonesia dan pada akhirnya, Indonesia, seperti halnya Malaysia, akan menyadari bahwa mereka tidak punya banyak pilihan selain mengakomodasi kehadiran China,” kata Chang seperti dilansir CNN.
Meski klaim historisnya terhadap Laut China Selatan dimentahkan oleh Pengadilan Arbitrase Internasional pada 2016 lalu, Beijing terus melakukan berbagai pembangunan dan instalasi di perairan tersebut.
Sejak 2015, China terus mempercepat pembangunan pulau buatan di atas terumbu karang di Laut China Selatan. Tak hanya membangun daratan, China bahkan memasang sejumlah sistem militer dan bandar udara, pelabuhan, dan sistem radar di pulau-pulau buatan itu.
Merespons agresifitas China itu, Indonesia diminta mempertegas pertahanan militer di Natuna. Anggota Komisi I DPR RI Sukamta meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengerahkan kapal perang dan pesawat pengintai ke Laut China Selatan demi menjaga wilayah kedaulatan Indonesia dari agresifitas Beijing di dekat perairan tersebut. Adm
Sumber : cnnindonesia.com
Judul : https://m.cnnindonesia.com/internasional/20200614073325-106-513088/laut-china-selatan-memanas-ri-tolak-nego-china-soal-natuna