LAJUR.CO, KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra), tidak hanya dikenal sebagai daerah yang kaya akan budaya, sejarah, maupun wisata alam menakjubkan. Makanan khas tradisional menggambarkan identitas masyarakat Bumi Anoa tak kalah seru untuk dinikmati saat berkunjung ke Provinsi yang terkenal dengan ikon hewan Anoa.
Salah satunya adalah Gola Ni’i Suku Kabaena, Kabupaten Bombana. Makanan khas tradisional dibungkus dengan daun jagung ini kerap disajikan pada saat acara-acara adat atau tradisional seperti pernikahan, syukuran, dan pesta adat. Kadanh juga menjadi oleh-oleh khas daerah.
Bagi masyarakat Bombana, camilan dengan cita rasa manis dan legit tersebut memiliki makna budaya begitu mendalam, sebagai simbol kebersamaan dan penghormatan kepada tamu yang hadir.
Gola Ni’i merupakan makanan khas tradisional masyarakat Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sultra, yang memiliki akar budaya kuat dan erat kaitannya dengan kehidupan agraris masyarakat setempat. Makanan ini tercipta dari melimpahnya komoditi lokal seperti gula aren, kelapa, dan ketan. Ketiga adalah bahan baku utama pembuatan Gola Ni’i.
Awalnya, Gola Ni’i dibuat sebagai bentuk makanan persembahan dalam ritual adat atau upacara syukur kepada leluhur dan alam. Kehadirannya juga mencerminkan gotong-royong, karena proses pembuatannya sering melibatkan banyak orang, terutama saat acara besar seperti adat, pernikahan, atau syukuran panen.
Hingga kini, Gola Ni’i tetap dilestarikan sebagai simbol tradisi dan kebanggaan masyarakat Kabaena, sekaligus menjadi pengingat akan harmonisasi kehidupan manusia dengan alam.
Pembuatan makanan lokal ini cukup mudah untuk dikerjakan. Tahap pertama dimulai dengan menyiapkan bahan kulit dengan merendam daun jagung kering agar lebih lentur dan mudah dibentuk. Siapkan bahan utama nasi ketan dengan kelapa parut yang kemudian dicampur sampai merata. Tambahkan gula aren cair ke dalam campuran nasi ketan dan kelapa tersebut.
Kedua, seluruh bahan diaduk hingga rata. Rasa manis Gola Nii dapat disesuaikan dengan selera masing-masing. Setelah dirasa pas, masuk ke tahap membungkus adonan ke dalam daun jagung kering.
Satu sendok campuran nasi ketan, diletakkan di atas daun jagung, lalu bungkus rapat seperti lontong. Terakhir, kukus bungkusan Gola Ni’i dalam panci hingga matang, sekitar 30-45 menit. Kini, Gola Ni’i siap dihidangkan sebagai camilan pengganjal lapar.
Gola Ni’i banyak dijual dan kerap menjadi buah tangan khas Kabaena. Makanan bisa bertahan hingga beberapa hari. Namun, cita rasa Gola Ni’i paling terasa nikmatnya jika disantap dalam kondisi baru karena aroma wangi kelapanya begitu menggoda.
Cukup lama menjadi kuliner tradisional turun temurun masyarakat Kanaena, makanan lokal khas Bumi Anoa tersebut kini telah terdaftar sebagai aset Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Kebudayaan RI. Penetapan tersebut berlangsung di Taman Fatahillah, Jakarta, pada acara Apresiasi Warisan Budaya Indonesia (AWBI), 16 November 2024.
Sebanyak 668 warisan budaya dari seluruh Indonesia yang diusulkan. Namun hanya 272 warisan budaya yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia, salah satunya adalah Gola Ni’i.
Masyarakat Bombana patut berbangga, sebab simbol identitas budaya masyarakat Kabaena, yang memiliki nilai sejarah, sosial, dan spritual tinggi telah mendapat pengakuan secara resmi oleh negara. Makanan ini mencerminkan kearifan lokal, mulai dari bahan-bahannya yang alami hingga proses pembuatannya yang melibatkan tradisi gotong-royong.
Sebagai bagian dari warisan kuliner tradisional, Gola Ni’i menjadi media pelestarian nilai-nilai adat dan kebersamaan, sekaligus menggambarkan hubungan harmonis masyarakat dengan alam sekitar. Pengakuan ini bertujuan untuk melestarikan dan menjaga keberlangsungan tradisi yang memiliki makna budaya mendalam.
Laporan : Dodi Permana