LAJUR.CO, MUNA – Desa Masalili, Kecamatan Kontunaga, Kabupaten Muna telah lama dikenal sebagai kampung tenun adat Muna. Coraknya yang khas dan indah membuat kain tenun ini banyak dijadikan sebagai cinderamata.
Kain adat ini pun banyak menarik minat desainer kondang mengaplikasikan kain adat Muna sebagai karya busana yang dipamerkan dalam ajang fashion show nasional hingga dunia. Pasar Kain tenun adat Muna dari Desa Masalili juga telah menembus negara Moscow, Rusia dan juga di Perancis.
Presiden RI Joko Widodo juga sempat kepincut, memakai kostum kain adat tenun Muna dari Desa Masalili saat perhelatan Hari Pers Nasional tahun 2022.
Di kampung tenun Desa Masalili, Anda dapat berwisata melihat langsung ragam motif hingga proses pembuatan tenun secara tradisional. Semua rumah tangga di desa Masalili memiliki atau gedogan atau dalam bahasa Muna disebut ‘Katai’ yang merupakan alat tenun terbuat dari kayu.
Rerata penenun di Kampung Tenun Masalili dilakoni oleh ibu-ibu dan orang tua. Kini tradisi tersebut telah diturunkan ke anak gadis sebagai penerus.
Selain menjaga tradisi, menenun telah menjadi sumber mata pencarian masyarakat Desa Masalili. Rerata masyarakat menggantung hidup dari hasil menjual kain tenun adat Muna yang mereka produksi sendiri.
“Kalau di sini biar masih sekolah sudah belajar, malah sudah lancar mi menenun. Lumayan juga penghasilannya. Apalagi gadis-gadis masih terang matanya. Jadi lebih teliti dan rapi, karna ini sudah turun temurun jadi mereka mau belajar,” ujar Siti Erni, salah satu penenun di Desa Masalili.
Tenun Muna sendiri sudah dipakai sejak zaman kerajaan Muna. Konon, dulunya kain tenun Muna terbuat dari kulit kayu dan kapas yang dipintal menjadi benang. Bahan pewarna benang pun masih sangat alami. Penenun menggunakan sari dari tumbuhan daun mangga, pau dan akar mahoni hingga sapang agar tenun memiliki corak warna beragam dan indah.
“Penenun di sini terus mengembangkan kain tenun mereka meskipun tidak laku tapi kami terus menenun meskipun hanya untuk kain kafan, pakaian adat, sarung-sarung jadi kami tak perlu membeli,” ujar Siti Erni
“Tenun Masalili akhirnya dikenal masyarakat luas sejak 2013. Untuk bahan itu ada dua yang alami dan eliester, sekarang yang alami jarang mi karena harganya juga mahal. Jadi yang kami sering gunakan eliester,” jelas Erni.
Adapun motif sarung yang paling laris di Desa Masalili adalah jenis kain adat Bhotu. Dahulu, di zaman Kerajaan Muna, motif maupun warna khas dari kain sarung adat mencitrakan strata sosial dalam kultur adat Muna. Kecuali kain tenun untuk baju, lumrah digunakan strata manapun.
“Untuk pemakaian tenun itu sendiri bisa dipakai siapa saja tidak ada yang membedakan bahan dan motif apa. Beda dengan sarung, tenun ini pun digunakan sesuai strata sosial atau golongan biasa golongan ini terdiri dari golongan Kaomu, Sara, Anangkolaki, Maradika. Pemakaian tenun mempunyai filosofi semakin menjulur di bawah lutut semakin rendah strata sosialnya dimasyarakat,” jelas Erni.
Kata dia, kain sarung warna dominan hitam kuning untuk kalangan Kaomu atau bangsawan. Bhotu hitam putih untuk kaum walaka (golongan kedua setelah bangsawan) laki-laki dan perempuan.
“Bhotu untuk laki-laki Anakolaki (anak bangsawan) juga bisa. Ledha untuk kaomu laki-laki dan perempuan, bisa juga dipakai Anakolagu perempuan. Bhia-bhia untuk gadis-gadis. Jenis samasili untuk kaomu dan sara laki-laki dan perempuan, mango-mangopa untuk Kaomu laki-laki dan perempuan, katamba untuk Walaka (masyarakat golongan bawah),” jelas Erni.
“Untuk pemakaian tenun untuk baju di sini tidak dilihat dari strata sosialnya dan bahanya pun sama. Tenun untuk dijadikan baju ada paling banyak di cari ada ngkolipopo, robu, pokandua, sobi tabur, kenta nedole, loko, kambera,” jelas Erni.
Motif yang paling banyak dicari pembeli adalah tenun sobi, robu dan ngkolipopo. Motif ini menjadi primadona lantaran pernah dipakai oleh Presiden RI Jokowi.
Cara Membuat Sehelai Kain Tenun Muna
Erni menceritakan bagaimana teknik membuat sehelai kain tenun dari ‘Katai’ yang selama ini ia lakoni. Dimulai dengan menyiapkan dua lembar papan sepanjang 1,6 meter dengan lebar 15-20 cm. Oapan ini kemudian diletakan di dinding sebagai penyangga. Selanjutnya alat-alat untuk kalasoro dipindahkan untuk menenun.
Penenun kemudian duduk terlentang dengan posisi kedua kaki lurus di depan menyokong alat tenun. Seutas benang kemudian dimasukan secara berulang-ulang melalui kaju dan dirapatkan menggunakan parambhibita.
Saat kain bertambah panjang ati di buka dengan hasil hani/kasoro ditarik dan dijepit lagi lalu cara ini di ulang-ulang sampai kain menjadi utuh.
Waktu pengerjaan kain tenun berkisar 5 hari hingga 10 hari, tergantung dari motif dan bahan. Satu lembar kain tenun dibanderol Rp300 ribu sampai Rp350 ribu rupiah.
Untuk kain adat dengan motif dan corak yang rumit, pengerjaan bisa memakan waktu hingga sebulan. Terlebih menggunakan pewarna alami, pengerjaan makin lama. Tak salah, harganya bisa menembus Rp2 juta perlembar kain.
“Kain tenun Muna saya promosikan di pameran, di bandara. Tenun Masalili ini sudah dipromosikan di luar negeri. Paling sedikit 5 jutaan per bulan,” ujar Erni.
Hasil memproduksi dan menjual kain tenun Muna sedikit banyak meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Desa Masalili. Dulu, kehidupan masyarakat di sana hanya bergantung dari hasil berkebun. Kini, menenun telah menjadi bagian mata pencarian utama. M1