LAJUR.CO, KENDARI – Nama Pasar Sentral Wuawua atau Pasar Baru dulu sempat berjaya sebagai pasar tradisional paling ramai di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Namun kini nasibnya setali tiga uang dengan pusat grosir Tanah Abang Jakarta yang sepi dari aktivitas jual beli.
Pasca relokasi pedagang ke Pasar Panjang selang proses direnovasi, Pasar Baru Wua-wua kini tinggal nama. Konstruksi bangunan berisi lods-lods baru banyak ditinggal pergi pedagang. Padahal biasanya, aktivitas jual beli pakaian hingga kebutuhan pokok di kawasan padat tradisional tersebut selalu padat merayap.
Revitalisasi Pasar Baru diketahui berlangsung dari tahun 2010 hingga tahun 2016 dan telah menelan anggaran sebesar Rp 67,5 miliar. Pasar ini mampu menampung hingga 1.487 pedagang.
Pantauan awak media Kamis (21/9/2023), banyak lods dibiarkan kosong dengan kondisi tak terurus. Banyak pedagang meninggalkan lapaknya karena pembeli yang cenderung sepi.
Ada juga yang masih bertahan dengan membuka lapak darurat di kawasan yang sejatinya menjadi area parkir pasar. Sebagian pedagang yang diwawancarai mengeluhkan kurangnya pengunjung yang datang di Pasar Baru Wuawua.
Seorang pedagang sayur yang menggelar lapak di parkiran Pasar Baru Wuawua curhat jika pedagang yang direlokasi banyak yang bertahan di Pasar Panjang.
Ia berharap pemerintah mau bergerak menertibkan aktivitas jual beli di Pasar Panjang yang dianggap ilegal. Apalagi, kondisi itu menyebabkan Pasar Baru Wuawua perlahan mati karena ditinggal pergi pedagang.
“Disini dulu rame. Nda tau mi langsung pas dibuka Pasar Panjang, lari semua mi orang satu-satu. Ini pasar tidak bisa rame, begini terus, harusnya pasar illegal itu tidak dibiarkan pemerintah. Itu Pasar Panjang illegal, dimana resminya ?,” ujar Libi, salah satu pedagang Pasar Baru Wuawua.
Libi sehari-hari berjualan sayur di area parkir Pasar Baru Wuawua. Ia terpaksa menggelar lapak darurat di luar meski pemerintah telah menyiapkan gedung khusus untuk area pedagang sayur. Aksi Libi ini dilakukan lantaran kondisi lods di dalam gedung Pasar sepi pembeli.
Alasan lain, pedagang sayur ini lebih memilih untuk buka lapak di luar gedung agar tidak lagi dikenakan pajak pembayaran rutin dari pihak pengelola pasar.
“Pertamanya kan kita masuk di dalam, satu hari kita bayar Rp5.000, jadi saya bikin mi sendiri ini tempat, dari pada kita tidak makan. Kita keluar mi di sini,” tuturnya.
Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas dan solusi cepat agar aktivitas jual beli Pasar Baru Wuawua kembali normal seperti dulu. Jangan sampai nasib Pasar Baru justru disuntik mati oleh hadirnya pasar ilegal.
“Kalau bisa singkirkan itu pasar illegal, yang resmi saja dipake. Walaupun bikin tangga atau bikin apa di sini, kalau tidak dihilangkan pasar ilegal maka tidak bisa rame ini pasar, karena pemerintah tidak tegas,” ungkap Libi. P1