SULTRABERITA.ID, Kendari – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Muna menyelenggarakan acara Talk Show bertajuk “Peraturan Gubernur untuk PAAP: Bukti Peduli Pemerintah pada Nelayan Sulawesi Tenggara” di Raha, Kabupaten Muna (14/11).
Acara Talk show yang dirancang santai dengan nama ‘Ngobras’ atau ‘Ngobrol Bareng dan Diskusi’ adalah rangkaian acara serupa yang diadakan RARE bersama DKP Sultra pada Agustus 2019.
Topiknya yang diangkat kali ini seputar Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 36 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Akses Area Perikanan, atau biasa disebut PAAP.
Acara tersebut merupakah suatu upaya dari Pemerintah Provinsi dalam mengarusutamakan konsep perikanan skala kecil yang keberlanjutan dengan cara memberikan ruang kolaborasi kepada suatu kelompok nelayan skala kecil dalam menjaga, mengelola dan memanfaatkan perikanan yang ada di kawasan lautnya.
Program Manager Rare, Imanda Hikmat Pradana menyatakan program PAAP berpotensi memaksimalkan peran Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dalam bekerjasama mengelola sumber daya kelautan secara efektif pasca terbitnya UU No. 23 tentang Pemerintahan Daerah.
“Talk show ini menghadirkan tiga pemangku kepentingan utama di bidang perikanan di Sulawesi Tenggara yang diwakili oleh nelayan, pemerintah kabupaten, dan pemerintah provinsi. Acara ini dihadiri oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton, Bombana, Muna, dan Muna Barat. Terdapat pula perwakilan dari berbagai media yang memiliki perwakilan atau korespondensi di Kabupaten Muna,” jelasnya.
Sesuai data, banyaknya nelayan skala kecil Provinsi Sulawesi Tenggara (lebih dari 90% dari total 90.674 nelayan berdasarkan data dari DKP Sultra 2016) yang menggantungkan hidup dari menangkap ikan di wilayah pesisir. Kondisi ini praktis menjadikan kelestarian ekosistem kawasan pesisir sebagai hal yang sangat penting dan patut dijaga.
Undang-Undang No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, serta Permen-KP No. 23/2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) dan PERDA menyebutkan bahwa wilayah 0 – 2 mil laut diutamakan untuk kawasan konservasi, ruang penghidupan dan akses pada nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudidaya ikan kecil, dan petambak garam kecil, wisata bahari berkelanjutan dan infrastruktur publik.
Merujuk kepada dua peraturan nasional ini, PERDA No. 9/2018 tentang RZWP3K Provinsi Sulawesi Tenggara 2018-2038 selanjutnya juga memasukkan dengan jelas wilayah laut 0-2 mil laut ini sebagai ruang yang dimanfaatkan utamanya bagi nelayan skala kecil. Peraturan Daerah (PERDA) tersebut menjadi dasar pembuatan Peraturan Gubernur No. 36 tahun 2019 tentang PAAP.
Permasalahan klasik yang ada saat ini dihadapi pemerintah adalah pemanfaatan sumber daya pesisir secara eksploitatif oleh semua pihak yang membuat nelayan skala kecil termarjinalkan.
Nelayan skala kecil tersebut tidak dapat menangkap ikan di kawasan pesisir mereka sendiri karena adanya nelayan dari daerah lain yang datang untuk memancing di kawasan yang memang sudah terbatas (open access) dengan menggunakan alat tangkap berskala besar, dan juga tidak ramah lingkungan.
Tanpa adanya skema pengelolaan yang tepat, Pemerintah Provinsi Sultra mensinyalir para nelayan skala kecil akan terus kalah berkompetisi dengan kapal-kapal penangkap ikan berskala besar dan merusak, sehingga kesejahteraan nelayan kecil di daerah pesisir pun terancam.
Berkaca dari permasalahan tersebut, maka dibutuhkan suatu inovasi pengelolaan kawasan laut dan sumberdaya perikanan oleh masyarakat dan juga oleh pemerintah setempat agar pengelolaan perikanan skala kecil dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu, tidak hanya ekosistem yang terjaga, namun juga kesejahteraan para masyarakat pesisir, terutama para nelayan kecil.
Salah satu model pengelolaan yang saat ini telah dikembangkan untuk mengintegrasikan sumber daya, lingkungan, sarana prasarana, dan masyarakat adalah dengan Pengelolaan Akses Area Perikanan atau biasa disebut PAAP.
PAAP mengedepankan pentingnya mengelola ekosistem secara menyeluruh agar ekosistem – ekosistem yang menopang keberadaan stok ikan di wilayah pesisir seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang terjaga utuh. Salah satu komponen yang penting dari Program PAAP adalah adanya Kawasan Larang Ambil agar ikan dapat terus berkembang biak sehingga dapat terjadi limpahan (spillover) ikan ke perairan sekitarnya.
Di atas itu semua, yang menjadikan Program PAAP ini unik adalah adanya pemberian akses dalam jangka waktu tertentu dari pemerintah kepada sekelompok nelayan untuk menangkap ikan di kawasan perairan dengan sistem pengawasan dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
Bagi nelayan, inisiatif seperti ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir dimana mereka secara langsung mendapatkan ruang untuk mengelola sumber daya laut dan ikan di daerah mereka tanpa harus khawatir bahwa sumber daya tersebut akan dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Mewakili nelayan kecil di Kabupaten Muna, La Ode Ngkalino mengatakan bahwa adanya nelayan dari luar yang memiliki alat tangkap dengan skala besar itu sangat merugikan nelayan lokal karena stok ikan yang biasa ditangkap oleh mereka seperti kakap merah dan kerapu sunu terus merosot dengan cepat.
“20 tahun yang lalu mampu menangkap 20-30 kg ikan kakap merah dalam semalam. Sekarang hanya bisa mendapatkan 6-8 kg ikan kakap merah dengan waktu dan jarak tempuh yang sama,” ujar La Ode Ngkalino.
Hal itu diakui pula Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Muna, La Kusa.
Ia menuturkan hingga saat in pemerintah kabupaten terus berupaya untuk bisa mengatasi permasalahan tersebut dengan berbagai cara. Diantaranya dengan pendekatan PAAP.
“Adanya inisiatif PAAP yang telah berjalan sejak pertengahan 2018, pemerintah kabupaten saat ini telah menjalin kerjasama yang erat dengan Pemerintah Provinsi yang memiliki kewenangan dalam mengelola sumber daya laut sejak UU No. 23/2014 diberlakukan,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kabid Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara, H. Yoni M, S.Pi, MM mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Sultra terus berupaya dalam mendukung keberlanjutan perikanan dan secara langsung menyatakan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah sangat berpihak kepada nelayan kecil. “Salah satu bentuk komitmen kami dalam hal ini adalah terbitnya Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Akses Area Perikanan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi masyarakat yang ingin mengelola sumber daya perikanannya sendiri,” urainya.
Talkshow tersebut merupakan salah satu rangkaian kampanye tentang perikanan berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Tenggara yang akan berlangsung hingga tahun 2021.
Kampanye PAAP digaungkan pemerintah melibatkan Rare sebagai insiator utama. Rare sendiri merupakan sebuah organisasi konservasi yang berbasis di AS, bekerja secara global untuk membekali mitra dan masyarakat di daerah yang paling terancam di dunia dengan ketrampilan dan motivasi yang mereka butuhkan untuk merawat sumber daya alam mereka.
Selama 30 tahun terakhir di lebih 55 negara dan ratusan kawasan kerja, Rare menggunakan pendekatan kreatif untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku masyarakat dan stakeholder agar sumberdaya alam lebih terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Dalam satu dekade terakhir, Rare menjalankan program Fish Forever yang mendorong konservasi wilayah laut dan perikanan berkelanjutan di Indonesia dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, kebijakan dan tata kelola, dan pendanaan berkelanjutan. Rls