BERITA TERKINIEKOBISHEADLINENASIONAL

Proposal Sri Mulyani 2022: Naikkan Pajak Orang Kaya hingga Tax Amnesty Jilid II

×

Proposal Sri Mulyani 2022: Naikkan Pajak Orang Kaya hingga Tax Amnesty Jilid II

Sebarkan artikel ini
Menkeu secara daring dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (25/5/2021)(Kemenkeu)

LAJUR CO, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggagas usulan terkait kenaikan pajak di sektor-sektor tertentu.

Usulan-usulan tersebut bakal dibahas lebih lanjut dalam revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) bersama DPR RI, sesuai agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021.

Beberapa kenaikan tarif pajak yang santer terdengar, di antaranya kenaikan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) di atas Rp 5 miliar alias orang super kaya (high wealth individual/HWI), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan tarif pajak minimum untuk Wajib Pajak Badan (WP Badan).

Kenaikan tarif pajak sudah disebut-sebut Sri Mulyani dalam beberapa kesempatan. Afirmasi dari Bendahara Negara itu semakin jelas ketika menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI.
Dalam rapat, Sri Mulyani membeberkan isi proposal yang bakal diajukan ke DPR. Teranyar, dia mengungkapkan akan menaikkan tarif PPh OP di layer tertentu, yakni layer yang diisi oleh orang-orang tajir RI dengan pendapatan di atas Rp 5 miliar per tahun.

“Kita juga akan melakukan perubahan tarif dan bracket dari PPh OP untuk high wealth individual. Itu kenaikan juga tidak terlalu besar hanya 30 persen ke 35 persen untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual.

Adapun tarif pajak yang berlaku menurut UU KUP saat ini terdiri dari 4 lapis. Tarif pajak untuk penghasilan sampai Rp 50 juta sebesar 5 persen, kemudian tarif pajak penghasilan pada kisaran Rp 50 juta hingga Rp 250 juta sebesar 15 persen.

Dua lapisan lainnya, tarif pajak penghasilan Rp 250 juta – Rp 500 juta dikenakan tarif 25 persen, sementara di atas Rp 500 juta dikenakan tarif 30 persen.

Beberapa ekonom memandang baik rencana ini. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar sangat setuju dengan kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan tarif pajak orang kaya menjadi 35 persen, dari sebelumnya 30 persen. Menurut dia, kenaikan tarif pajak orang super kaya dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar itu tidak akan mengganggu pemulihan ekonomi. Menaikkan tarif pajak orang kaya justru memperkecil ketimpangan antara si kaya dan si miskin.

Baca Juga :  Yayasan Padma Resita Sultra Buka Kelas Pelatihan MC Juli Mendatang !

“Sangat tepat, karena ketimpangan meningkat. Yang super kaya paling sedikit terdampak bahkan tak sedikit dari mereka yang semakin kaya. Mereka pun cenderung saving dibanding konsumsi, ini buruk bagi ekonomi,” kata Fajry ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (25/5/2021

Tarif PPN

Selain pajak orang kaya, Bendahara Negara ini juga berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan alasan pentingnya asal keadilan.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo sebelumnya sempat menyebut, ada 2 skema tarif PPN yang bakal diadopsi pemerintah, yakni skema single tarif dan multitarif.

Dengan skema single tarif, pemerintah hanya perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Undang-undang tersebut telah mengatur tarif PPN berada di kisaran 5 persen – 15 persen. Adapun saat ini, PPN yang dipatok negara sebesar 10 persen atas barang/jasa.

Namun jika yang dianut adalah multitarif, maka pemerintah perlu merevisi UU Nomor 46 Tahun 2009 tersebut. Multitarif berarti tarif PPN berdasarkan barang regular dan barang mewah

Kendati demikian, Sri Mulyani menyinggung skema multitarif menciptakan asas keadilan. Pasalnya, tarif PPN akan lebih murah untuk barang/jasa tertentu, sementara lebih mahal untuk barang mewah.

Hari Ini “Kita melihat PPN menjadi sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang harus tidak dikenakan atau dikenakan. Ada multi tarif yang mungkin menggambarkan afirmasi,” beber Sri Mulyani.

Kemudian, pihaknya juga bakal menerapkan PPN final (goods and service tax/GST) untuk barang/jasa tertentu.

“Kita juga perlu memberikan fasilitas PPN yang lebih rendah untuk barang jasa tertentu, tapi juga PPN yang lebih tinggi untuk barang yang dianggap mewah. Dan untuk GST atau PPN Final bisa diberlakukan untuk jasa tertentu. Ini membuat PPN relatif comparable dan kompetitif dibanding negara lain,” tutur wanita yang akrab disapa Ani ini.

Baca Juga :  Enam Tahun Berlalu Tower Bank Sultra Tak Kunjung Ditempati, Abdul Latif : Anggarannya Kurang!

Tax amnesty

Pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II tetap menjadi salah satu program yang dipertimbangkan. Tax amnesty ditujukan untuk memberikan alternatif bagi para wajib pajak.

Bendahara negara ini menyampaikan, akan menggunakan landasan hukum itu untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

“Dari tax amnesty (jilid I) sudah ada rambu-rambu mengenai compliance yang harus tetap dilakukan. Sebetulnya sampai hari ini kami tetap mendapatkan akses informasi untuk tahun 2018 terhadap beberapa ribu WP yang kita follow up dan kita lakukan, dan menggunakan pasal-pasal yang ada di tax amnesty,” ucap Sri Mulyani.

Teranyar, Sri Mulyani sudah memasukkan rencana program tax amnesty dalam pokok substansi reformasi administrasi dan kebijakan perpajakan tahun depan.

Adapun program tersebut diperlukan untuk menciptakan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela.
Berdasarkan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang disampaikan dalam rapat Badan Anggaran DPR RI, kesempatan tersebut diberikan dalam dua opsi.

Poin pertama, pembayaran PPh dengan tarif lebih tinggi dan tarif tertinggi pengampunan pajak, atas pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam pengampunan pajak.

Kemudian poin kedua adalah pembayaran PPh dengan tarif normal atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan OP tahun pajak 2019.

“Tanpa pengenaan sanksi dan diberikan tarif yang lebih rendah apabila harta tersebut diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN),” seperti dikutip dari paparan tersebut.

Pemerintah sendiri mengatur 3 lapis tarif tebusan pada pelaksanaan tax amnesty jilid I tahun 2016 lalu. Tarif tebusan ini didasarkan pada periode pelaksanaan program.

Pada periode pertama, yakni tanggal 1 Juli 2016 hingga 30 September 2016, pemerintah memasang tarif 2 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 4 persen untuk deklarasi luar negeri.

Baca Juga :  Ada 40 Juta Kendaraan yang Tidak Bayar Pajak, Siap-siap Data Dihapus

Kemudian pada tanggal 1 Oktober – 31 Desember tarif tebusan sebesar 3 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 6 persen untuk deklarasi 6 luar negeri. Sedangkan periode selanjutnya tanggal 1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017 sebesar 5 persen dan 10 persen masing-masing untuk deklarasi dalam dan luar negeri.

Pajak karbon dan pajak minimum WP Badan

Wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) ini bakal mengubah sejumlah aturan pajak sebagai bentuk reformasi bidang perpajakan.

Sri Mulyani bakal lebih fokus memasukkan pajak karbon (carbon tax/environmental tax) secara lebih eksplisit dalam sumber penerimaan negara, mengingat perubahan iklim sudah menjadi isu yang sangat vital beberapa tahun belakangan.

Selanjutnya, pihaknya bakal menciptakan kesetaraan perpajakan untuk industri, sehingga bakal diberlakukan minimum tax approach untuk WP Badan supaya lebih patuh (compliance).

Selain itu, peningkatan kepatuhan yang menjadi salah satu pilar reformasi pajak akan berfokus pada penggantian sanksi pidana menjadi sanksi administratif bagi pengemplang pajak.

Tujuan penggantian sanksi bukan hanya sekedar mengumpulkan penerimaan negara. Lebih dari itu, sanksi administrasi dianggap lebih mampu membuat APBN tumbuh berkelanjutan.

Sri Mulyani beralasan, seluruh dunia melalukan hal serupa untuk menggenjot penerimaan negara yang tergerus sepanjang 2020.

“Sat ini seluruh dunia juga melakukan eskalasi dari sisi collection karena mereka banyak yang defisitnya melonjak tinggi dan rasio utang publik yang tidak rasional,” tegas wanita yang akrab disapa Ani ini.

Kendati demikian sebelum menjalankan kebijakan, dia akan melihat terlebih dahulu tren pajak global agar tak salah langkah. Yang pasti, basis pajak akan terus diperluas dan reformasi akan menyeluruh termasuk dari sisi sumber daya manusia, simplifikasi administrasi perpajakan, hingga IT.

“Penyusunan pelaksanaan saya rasa nanti akan dibahas saat kita membahas RUU KUP. Tapi kami melakukan untuk derivasi atau turunan dari UU Ciptaker tahun 2020 yang ada klaster perpajakan. Ini kami juga melakukan landasan yang makin baik,” pungkas Sri Mulyani.

KOMPAS.COM

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x