BERITA TERKINIHEADLINE

Senjakala Eks Atlet Lari Disabilitas Bapak Karim: Pilih Jadi Pemulung Dibanding Ngemis di Lampu Merah

×

Senjakala Eks Atlet Lari Disabilitas Bapak Karim: Pilih Jadi Pemulung Dibanding Ngemis di Lampu Merah

Sebarkan artikel ini

LAJUR.CO, KENDARI – Masa tua Bapak Karim tak seperti kebanyakan para lansia lain. Di usia senjakalanya, Bapak Karim harus berjibaku mengais rejeki sebagai pemulung dengan kondisi kaki yang telah diamputasi.

Dibantu sebuah tongkat, Bapak Karim saban hari sudah berkeliling mendorong gerobak sambil mengumpulkan sampah dan barang bekas untuk dijual.

Meski hasil yang didapat tak seberapa, Bapak Karim menolak menjadi pengemis seperti kebanyakan orang berharap belas kasihan dengan cara meminta-minta.

Bapak Karim tak bercerita banyak penyebab cacat kaki kirinya hingga diamputasi. Lansia tersebut berkisah pernah diutus mewakili daerah sebagai atlet disabilitas pada cabang olahraga lari.

Baca Juga :  Deadline Mepet, KPP Kendari Buka Layanan Pajak Selama Libur di The Park Kendari & Lippo Plaza

Siapa sangka, pengalaman sebagai atlet disabilitas puluhan tahun silam telah mengantarkan Bapak Karim berkompetisi hingga Jogja dan Bali.

“Dulu pernah kerja. Habis itu jadi atlet lari kaki satu di Jogja di Bali,” ulas Bapak Karim membuka cerita.

Sayang, jerih payah Bapak Karim kadang tak diapresiasi oleh pemerintah. Ia mengaku beberapa kali bonus sebagai atlet disabilitas yang seyogianya ia terima justru raib entah kemana.

“Ada bonus dari lomba lari. Tapi tidak tahu dimana. Tidak pernah dikasih. Malas mi juga tanyakan,” kenang Bapak Karim.

Baca Juga :  Warga Sultra, Honda Tebar THR Hingga Rp1 Juta untuk Pembelian Honda Scoopy & Vario 160

Ia pun pasrah dan memilih fokus bekerja mencari rejeki halal untuk menghidupi anak dan istrinya.

 

“Mo diapa. Kita sabar-sabar saja. Nanti di akhirat dibalas. Lebih baik kita kerja saja,” ucap pemulung berusia hampir 70 tahun dengan raut wajah sumringah.

Dalam sehari, Bapak Karim mengaku mampu mengumpulkan sampah plastik hingga 10 kilo. Satu kilo sampah plastik dihargai Rp1500. Ia juga mengumpulkan sampah lain seperti sisa kardus, besi bekas untuk dijual kembali.

Ia mengisi sampah-sampah tersebut dalam gerobak. Dengan dibantu tongkat, ia mendorong gerobak menyisiri setiap sudut Kota Lulo mencari sisa sampah yang mungkin bisa dijual ke pengepul.

Baca Juga :  5 Strategi Menabung untuk Masa Pensiun Mulai dari Usia Muda

Meski penghasilan dari memulung sampah tak seberapa, Bapak Karim selalu bersyukur. Ia tak tergiur ikut-ikutan menjadi pengemis seperti yang banyak berseliweran di lampu merah.

“Mungkin orang liat karna cacat jadi pasti kasian. Apalagi sudah tua. Kita harus semangat cari uang sendiri. Yang di lampu merah ada yang hanya bawa gerobak tidak memulung, tunggu dikasih-kasih. Tapi saya tidak mau begitu. Saya masih bisa kerja,” cetus Bapak Karim dengan nada semangat. Adm

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x