LAJUR.CO, KENDARI – Pandemi Covid-19 makin menyadarkan orang tentang pentingnya kesehatan. Sejumlah usaha pun dilakukan agar imunitas tubuh terjaga. Salah satunya dengan berjemur di bawah sinar matahari demi mengaktifkan vitamin D.
Dokter spesialis penyakit dalam, Dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD, menerangkan kekurangan vitamin D dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit jantung, kanker, diabetes, serta depresi. Selain itu, tubuh juga lebih mudah terinfeksi virus. Ironisnya, masyarakat Indonesia yang tinggal di garis khatulistiwa banyak yang mengalami defisiensi vitamin D.
Menurut data SEANUTS pada 2011-2012, 38,76 persen anak Indonesia yang berusia antara 2–12 tahun mengalami kekurangan vitamin D. Persentasenya lebih tinggi lagi pada orang dewasa, yakni sekitar 61,25 persen terjadi pada ibu hamil, 63 persen terjadi pada perempuan dewasa yang berusia 18–40 tahun, dan 78,2 persen terjadi pada lansia.
“Terjadinya defisiensi vitamin D dalam tubuh disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, proses pembentukan vitamin D itu sendiri, seperti kondisi usia yang semakin tua yang dapat menyebabkan pembentukan vitaminnya berkurang, warna kulit yang semakin gelap yang membutuhkan semakin lama waktu berjemur, sedikitnya permukaan kulit yang terpapar saat berjemur dan berat badan,” kata Jeffri dalam peluncuran virtual Holisticare D3 1000 IU, dilansir dari Liputan6.com.
Dia menerangkan bahwa vitamin D sebenarnya terbentuk secara alami ketika kulit terkena sinar matahari langsung. Maka, semakin orang berpakaian tertutup, semakin sedikit pula penyerapannya. Orang yang hanya terpapar sinar matahari di bagian wajah dan tangan saja, disebutkan Jefferi, hanya mendapat sekitar 10 persen sinar matahari.
Sementara, orang yang mengenakan kaus dan celana panjang, penyerapan vitamin D-nya hanya sekitar 16 persen. Lalu, bagi orang yang bercelana pendek saja ketika di pantai, penyerapan vitamin D-nya bisa mencapai 76 persen.
“Sehingga, tak diherankan, jika defisiensi vitamin D sesuatu yang sulit dihindarkan di Indonesia,” sambung dia.
Faktor kedua yang menyebabkan kekurangan vitamin D adalah gizi. Menurut Jeffri, hanya beberapa makanan yang mengandung vitamin D, tetapi kurang dicukupi oleh orang Indonesia dalam menu harian mereka.
“Hanya terdapat beberapa makanan yang mempunyai kandungan vitamin D, seperti jamur, kuning telur dan ikan berlemak,” kata Jeffri.
Dikutip dari laman Healthline, 100 gram ikan salmon bisa menyediakan sekitar 386 IU vitamin D atau sekitar 50 persen dari kebutuhan vitamin D per harinya. Bila salmon dirasa kemahalan, Anda bisa menggantinya dengan ikan tuna, ikan kembung, tiram, teri, udang, dan sarden, yang juga tinggi vitamin D.
Sementara, vitamin D tinggi ditemukan pada jamur liar, bukan jamur yang dibudidayakan. Setiap jamur mengandung kadar vitamin D yang berbeda. Namun, sebelum mengonsumsi jamur liar, Anda harus memperhatikan apakah jamur tersebut bisa dikonsumsi atau tidak. Di sisi lain, keberadaannya juga terbatas di pasaran.
Sumber vitamin D dari makanan lainnya adalah kuning telur. Ini adalah sumber makanan yang lebih mudah diakses setiap hari. Telur yang dihasilkan oleh ayam yang dibesarkan secara konvensional mengandung 2-5 persen vitamin D harian, sedangkan ayam yang dibesarkan di alam bebas telurnya mengandung empat kali lebih banyak vitamin D.
Jika merasa kurang cukup asupan makanan di atas, Jeffri menyarankan agar dipenuhi dengan mengonsumsi suplemen pendamping. “Namun, untuk mengetahui lebih pasti berapa kebutuhan vitamin D yang wajib dikonsumsi, disarankan agar masyarakat mendiskusikan kepada dokter yang bersangkutan,” kata dia. Adm
Sumber : Liputan6.com