LAJUR.CO, KENDARI – Perum Bulog Sulawesi Tenggara (Sultra) menghadapi tantangan berat Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram ditetapkan oleh pemerintah sejak 15 Januari 2025.
Meski kebijakan pemerintah membawa angin segar bagi peningkatan kesejahteraan petani, Bulog Sultra menemukan fakta praktik nakal petani demi mengejar pembelian sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp6500/kilogram.
Kepala Perum Bulog Sultra Siti Mardati Saing mengatakan, kendati optimis terhadap realisasi serapan beras di tahun 2025, banyak tantangan dihadapi Bulog terkait implementasi HPP tersebut.
“Kebijakan HET Rp6.500 menjadi tantangan baru, pemerintah pusat membelian HET Rp6500. Sekarang Bulog maju kedepan beli gabah tidak tunggu di pintu. Pemerintah beri jaminan pembelian,” ucap Mardati Saing, saat memaparkan kondisi stok pangan Bulog pada Rapat Koordinasi (Rakor) Satuan Satgas Ketahanan Pangan Provinsi Sultra di Aula Kantor Gubernur Sultra, Rabu (26/2/2025).
Ia menyebut, selang sebulan pemberlakuan HPP Rp6500/kilogram, beberapa petani kedapatan melakukan modus manipulasi kualitas beras karena ada garansi pemerintah menyerap seluruh gabah petani.
Modus pertama ditemukan Bulog Sultra adalah sengaja memanen beras lebih cepat dari jadwal. Alhasil, kualitas gabah sangat buruk.
Praktik lain yang merusak kualitas gabah adalah sengaja menyemprotkan pestisida khusus yang membuat kondisi gabah dipaksa cepat ‘matang’.
“Petani cepat-cepat panen. Masih buruh seminggu sudah dipanen.
Ada pestisida diseprot malam, besok (padi) kuning. Karena Bulog mengacu ke timbangan,” ungkap Mardati.
Bulog Sultra meminta bantuan agar Satgas Pangan bergerak cepat mengantisipasi praktik nakal di tingkat petani sehingga tidak mengganggu implementasi penyerapan beras sesuai HET.
Modus nakal petani mengejar HET Rp6500 juga diungkap Kepala Dinas Tanaman Pangan Sultra LM Rusdin Jaya yang ikut hadir dalam Rakor Satgas Ketahanan Pangan Sultra 2025.
“Ada kasus gabah masih hijau di panen Karena mengejar harga Rp6500 sesuai HET pemerintah,” kata LM Rusdin Jaya.
Kata Rusdin, harus ada edukasi ke petani-petani agar mempertahankan kualitas gabah yang siap panen sehingga dari sisi harga dan kualitas dapat dipertanggungjawabkan.
Kualitas beras Sultra harus dipertahankan, terlebih pangan Sultra telah dikenal luas sehingga lolos standardisasi ekspor.
“Edukasi kualitas gabah harus ditingkatkan. Sultra sudah pernah melakukan ekspor ke Gorontalo, artinya kualitas beras sultra sesuai standardisasi,” ucap LM Rusdin Jaya. Adm