Hari ini 76 tahun lalu tepatnya 10 November 1945 terjadi pertempuran hebat antara arek-arek Surabaya melawan tentara Sekutu.
Pertempuran ini salah satunya dipicu tewasnya Jenderal Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby, hingga ultimatum dari Inggris agar rakyat Indonesia menyerah.
Tak mau tunduk pada tentara Sekutu yang akan kembali menjajah Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan, arek-arek Surabaya bertempur habis-habisan mempertahankan Kemerdekaan RI.
Sejarah Hari Pahlawan 10 November
Dikutip dari Kompas.com, (10/11/2020), Jenderal AWS Mallaby tiba di Surabaya pada akhir Oktober 1945.
Ia memimpin pasukan Sekutu saat itu. Pasukan Sekutu itu bertugas melucuti senjata para serdadu Jepang, mengangkut tawanan perang, dan menjaga ketertiban di Surabaya.
Namun, pasukan Inggris tidak melakukan tugas dengan semestinya, atau terjadi penyimpangan.
Penyimpangan kembali terjadi ketika Sekutu meminta Presiden Soekarno untuk menyerukan penghentian terkait pertentangan antara pemuda Surabaya dan Sekutu.
Hal itu dilakukan demi melindungi pasukannya dari amukan masyarakat Surabaya.
Permintaan tersebut pun dipenuhi, kontak senjata dihentikan, komite penghubung dibentuk, dan Sekutu mau mengakui kedaulatan.
Namun, Sekutu justru melakukan penyerangan di kampung penduduk. Pertikaian pun tidak dapat dibendung.
Kematian Jenderal AWS Mallaby
Sejumlah perwira Inggris pun ditahan oleh sekelompok pemuda Surabaya seperti Jendral Mallaby, Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland.
Entah karena suatu alasan tertentu, Jendral Mallaby tewas.
Mengenai penyebab tewasnya Jenderal Mallaby sampai saat ini masih menjadi perdebatan.
Beberapa sumber menyebut Mallaby tewas karena terkena serangan granat dan terkena mobilnya. Namun ada yang menyebutkan Mallaby tewas setelah aksi tembak menembak terhadap penduduk Surabaya, dan versi lain yang beredar.
Ancaman Sekutu
Mengetahu hal itu, Kapten Shaw pun mengancam Indonesia dan akan membalas perlakuan yang diterima Sekutu dengan mengerahkan seluruh kekuatan baik darat, laut, maupun udara.
Tak segan-segan, Inggris mengultimatum masyarakat Surabaya untuk menyerah jika tidak ingin dihancurleburkan sebelum pukul 06.00 pada 10 November 1945.
Ultimatum tersebut tidak dihiraukan. Rakyat Surabaya saat itu memutuskan untuk tetap melawan.
Sebelumnya, rakyat Surabaya dilatih menggunakan senjata dan granat tangan. Pemuda-pemuda dan pasukan TKR mempersiapkan diri untuk terjadinya pertempuran.
Pertempuran 10 November
Kemudian terjadilah pertempuran yang dikenal dengan nama Peristiwa 10 November 1945 dan diperingati kemudian sebagai Hari Pahlawan.
Sejak pagi hari, Inggris sudah melakukan penyerangan. Namun, pemuda Surabaya yang bermodalkan bambu runcing dan belati sama sekali tidak gentar atas serangan yang dilakukan.
Di balik keberanian pemuda Surabaya ini, muncul sosok Bung Tomo dengan pidatonya yang bernada semangat dan berkobar untuk melawan penyerbuan Sekutu.
“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga,” ujar Bung Tomo dalam pidatonya yang disampaikan di radio pada saat pertempuran menghadapi Inggris di Surabaya bulan November 1945.
Pesan Bung Tomo ini lalu menyulut semangat para pemuda Indonesia yang berjuang mati-matian melakukan perlawanan di bawa pimpinan Komandan pertahanan Soengkono.
Menurut Kompas.com, (10/11/2019), Kantor Berita Reuters melaporkan ribuan orang Indonesia menjadi korban serbuan militer Sekutu.
Adapun korban dari pihak tentara dan masyarakat Surabaya diduga mencapa 20.000 orang. Sementara korban dari phak Sekutu diperkirakan mencapai 1.500 orang.
Meski banyak korban berjatuhan, dengan semangat mempertahankan kemerdekaan yang begitu tinggi, pemuda Surabaya berhasil mempertahankan kota mereka.
Hari Pahlawan dijadikan hari nasional
Perlawanan rakyat Surabaya menjadi simbol perlawanan seluruh bangsa Indonesia terhadap upaya penjajahan kembali oleh bangsa lain.
Untuk mengenang jasa pahlawan terdahulu, penetapan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional didasari Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Selain itu, untuk mengingat dan menghormati segala upaya rakyat Indonesia dalam mempertahankan keutuhan Indonesia, di Kota Surabaya didirikan tugu dengan tiggi lebih dari 41 meter.
Tugu ini dikenal sebagai Tugu Pahlawan.
Sumber : Kompas.com