SULTRABERITA.ID, KENDARI – Pemerintah Indonesia berhasil memfasilitasi pemulangan 23 Awak Kapal Perikanan yang bekerja di atas kapal ikan China. Sebanyak 23 AKP tersebut kembali ke tanah air dengan menggunakan pesawat komersil. Mereka tiba di bandara Internasional Soekarno Hatta pada 10 Juni 2020.
BACA JUGA :
- Awal Tahun 2025, Jumlah Investor Pasar Modal Lampaui 15 Juta
- Perhiasan Penumpang Lion Air Rute Makassar-Kendari yang Hilang di Bagasi Akhirnya Ditemukan
- Lion Air Angkat Suara Terkait Kasus Pencurian Emas di Bagasi Penumpang Tujuan Kendari
- Tim Asistensi ASR-Ir Hugua: Program 100 Hari Kerja Fokus ke Janji Kampanye Realistis & Urgen
- Coretax Eror Terus, Urus Pajak Masih Pakai Sistem Lama
Laode Hardiani yang bekerja untuk proyek SAFE Seas yang merupakan kerjasama Yayasan Plan Indonesia dengan DFW Indonesia pada SULTRABERITA.ID, Kamis 11 Juni 2020, menuturkan sebelum pemulangan ke 23 ABK tersebut dua orang bernama Suwarno dan Niken Ichsan Nurjana telah melaporkan hal tersebut kepada Fisher Center Bitung via telepon dan messenger.
“Awalnya kasus ini dilaporkan oleh Ketua Pergerakan Pelaut Indonesia Bitung kepada Fisher Center Bitung. Setelah ke-23 ABK ini tiba di China mereka langsung menghubungi Fisher Center atas arahan Anwar PPI,” ucap Laode Hardiani.
“Tragis juga cerita mereka. Banyak persoalan di dalamnya. Mereka melaporkannya pada hari Sabtu, 23 Mei 2020. Suwarno adalah AKP Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera China. Ada 23 AKP yang bekerja di kapal China. Di kapal Lu Qing Yu 625 terdapat 9 orang, Lurong Yuan Yu 902 7 Orang dan kapal Lu Qing Yu 623 sebanyak 8 orang AKP,” sebutnya kepada NMN.
Menurut Suwarno, ke-23 orang AKP tersebut direkrut dan diberangkatkan masing-masing 16 orang oleh PT Mandiri Tunggal Bahar dan 7 orang oleh PT Novarica Agatha.
Selanjutnya pada tanggal 30 Oktober 2019 sebanyak 17 orang AKP diberangkatkan oleh PT Mandiri Tunggal Bahari dan tanggal 28 November 2029 sebanyak 7 Orang AKP diberangkatkan oleh PT Veronica Agatha.
“Mereka bekerja dengan durasi kontrak selama 2 tahun dengan gaji USD$ 300- 350 /bulan. Selama bekerja di atas kapal ikan bendera China, para AKP seringkali mendapat kekerasan dari kapten kapal, serta makanan dan minuman yang tidak layak,” ungkap Hardiani.
“Bahkan salah satu AKP Indonesia yang bekerja di kapal Lu qing Yu 623 atas nama Hardianto sakit, meninggal dan dilarung di Laut Somalia pada tanggal 23 Januari 2020 lalu,” tambahnya.
Pada tanggal 2 Mei 2020 atau setelah 6 bulan bekerja di atas kapal Lu Qing Yu 625, Lu Qing Yu 623 dan Kapal Lurong Yuan Yu 902, para AKP Indonesia tersebut dipindahkan ke kapal Lu Qing Yuan Yu 115.
“Proses pemindahan tersebut terjadi di Laut Oman dan kapal bergerak ke Beijing. Tanggal 23 Mei 2020, kapal Lu Qing Yu 115 yang membawa ke 23 ABK tersebut tiba di Beijing China. Pada tanggal 25 Mei 2020, Suwarno dan ke 22 ABK lainya dipindahkan lagi ke kapal Lu Huang Yu 106. Tanggal 8 Juni 2020 atau setelah 15 hari di kapal Lu Huang Yu 106, Suwarno dan 22 ABK dipindahkan kembali ke kapal Lu Qing Yu 115 untuk diberangkatkan menuju Busan Korea Selatan,” papar Hardiani.
Menindak lanjuti laporan tersebut. Fisher Center Bitung meminta kepada Direkrorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri dan Bareskrim Polri agar dapat membantu pengurusan pemulangan Ke- 23 ABK tersebut dan pemenuhan hak-hak para AKP melalui mediasi dengan pihak perusahaan yaitu PT Mandiri Tunggal Bahari dan PT Novarica Agatha Mandiri.
“Dan pada tanggal 10 Juni 2020 melalui KBRI Korea Selatan Suwarno dan ke 23 ABK lainyan kembali ke Indonesia yang difasilitasi oleh KBRI Indonesia,” imbuh Hardiani yang merupakan Field Coordinator SAFE Seas untuk Bitung Sulawesi Utara ini.
Selama proses pemulangan, lanjut Hardiani, Fisher Center Bitung terus menjalin komunikasi dengan para ABK untuk memastikan kondisi kesehatan mereka.
“Ke 23 ABK tersebut sekarang ditampung di Wisma Pademangan untuk menjalani masa karantina sebelum dikembalikan ke daerah masing-masing,” lanjut Hardiani.
Sesuai penelusuran Hardiani, kejadian yang dialami oleh ke-23 AKP ini terindikasi kerja paksa yaitu gaji yang tidak dibayar, penahanan dokumen, kondisi kerja yang tidak layak, ancaman dan intimidasi.
“Selain itu, juga terdapat unsur perdagangan orang dengan adanya perekrutan, penampungan, pemindahan, pengangkutan, penipuan dan ancaman serta penggunaan kekerasan yang dialami korban,” sebut Hardiani.
Laode Hardiani memita kepada pemerintah agar benar-benar mengusut tuntas masalah yang dialami ke23 AKP tersebut.
“Termasuk pemenuhan hak-hak para AKP, yaitu gaji yang belu dibayar dan penahanan dokumen sesui dengan permintaan AKP,” tutupnya. Adm