SULTRABERITA ID, KENDARI – Usia senja tidak membuat Mak Inah berpangku tangan layaknya lansia pada umumnya. Tubuhnya yang ringkih dan rambut yang memutih bukan alasan bagi perempuan bercucu itu berpangku tangan, menggantungkan hidup dari orang lain.
BACA JUGA :
- Polisi Amankan Mahasiswa Teknik UHO yang Aniaya Kekasihnya di Rumah Kost
- Oknum Security Lecehkan Penghuni BTN Baruga Nusantara, Polisi Kejar PelakuĀ
- Masyarakat Harus Perhatikan Hal-hal Ini Saat Ingin Melakukan Pinjol
- Terlibat Kasus Pengeroyokan, Empat Mahasiswa Teknik UHO Diboyong Masuk Rutan
- Jangan Disepelekan! Penyakit Hipertensi Bisa Picu Serangan Jantung di Usia Muda
Mak Inah sejatinya bisa saja hidup dari mengemis atau meminta nafkah dari anak-anaknya. Namun, hal itu urung dilakukan. Ia memilih mandiri, bekerja keras dengan upaya dan keterampilan dimiliki.
Mak Inah adalah salah satu potret nenek tangguh asal Buton Utara. Senjakala Mak Inah yang kini berusia lebih dari 70 tahun diisi dengan keliling berjualan sapu lidi di Kabupaten Buton Utara.
Saban hari, ia sudah bergerak. Memikul dagangan sapu lidi dagangannya.
Badannya yang kurus masih kuat memikul tumpukan sapu yang terbuat dari daun kelapa. Beratnya mencapai puluhan kilo.
Sapu lidi itu dibungkus dalam sarung. Mak Inah begitu cekatan menata puluhan sapu di dalam gulungan sarung sehingga mudah untuk dipikul dengan cara mengaitkan ujung sarung ke sisi kepala. Sementara, tangan Mak Inah ikut menenteng tumpukan sapu lidi lain.
Ia berkeliling sepanjang ibu kota Butur. Menjajakan dagangannya ke tiap-tiap rumah dengan berjalan kaki.
Jika laku, Mak Inah senang. Ada tambahan uang, beban yang dipikul otomatis berkurang.
Sapu lidi yang dijual tersebut ternyata dibuat sendiri oleh tangan terampil Mak Inah. Setiap hari ia menyisipkan waktu memilah daun kelapa yang akan dibuat menjadi kerajinan sapu lidi.
Kelapa memang menjadi komoditi tanaman perkebunan paling banyak di pesisir Buton Utara. Sementara buah kelapa dipakai untuk produksi kopra, minyak kelapa atau VCO produk khas andalan Butur, daun kelapa banyak dibiarkan mubazir.
Mak Inah lantas memanfaatkan ‘limbah’ daun kelapa itu, dibuat menjadi kerajinan sapu lidi yang acapkali dipakai membersihkan halaman rumah.
“Ada cucu tapi kuliah di Kendari semua. Tiap hari itu sa bikin sapu lidi untuk dijual. Ini sa bikin sendiri sapu lidi. Dikumpul-kumpul kalau sudah banyak baru mi sa jual,” ujar Mak Inah sambil melempar senyum.
Uang dari jualan sapu Mak Inah dipakai untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam sebulan, Mak Inah mengaku bisa membuat 100 ikat kerajinan sapu lidi. Ini artinya, sehari produksi sapu lidi dari tangan Mak Inah bisa mencapai 3 ikat.
Satu buah sapu lidi karya Mak Inah dihargai Rp 10 ribu. Itu jika tak ditawar lagi oleh pembeli.
Jemari tangan Mak Inah sendiri terlihat membesar. Berbeda dengan jari tangan pada umumnya. Ini lantaran aktifitas Mak Inah memilah pelepah, meraut tulang daun kelapa hingga menghasilkan batang lidi yang bersih kemudian disatukan menjadi sapu lidi.
Dalam setahun, Mak Inah mengaku bangga bisa mengantongi pemasukan hingga Rp 5 juta.
Jika dirata-ratakan, penghasilan Mak Inah berkisar Rp 400 ribu sebulan. Jumlah itu mesti cukup dipakai untuk menopang kebutuhan sehari-hari nenek yang mulai terlihat rabun tersebut.
“Satu tahun sampe lima juta kalau sa hitung-hitung dari sapu lidi. Kalau ada yang tidak laku, besok sa jual lagi keliling sampai habis,” ujar Mak Inah dengan tersenyum lebar. Adm