BERITA TERKINIKESEHATANNASIONAL

Peningkatan Jumlah Perokok dan Bahaya Rokok Elektrik 

×

Peningkatan Jumlah Perokok dan Bahaya Rokok Elektrik 

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. Foto : Ist
LAJUR.CO, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan jika rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional. Diketahui dalam kurun waktu beberapa tahun ini rokok elektrik tengah naik daun di kalangan remaja.
Banyak orang percaya kalau rokok elektrik merupakan alternatif yang sehat dari rokok konvensional karena memilki kandungan nikotin yang rendah. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan bahwa pemahaman terhadap alternatif kesehatan rokok elektrik kurang tepat.
Dante menyebut jika rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional karena rokok elektrik mengandung nikotin, zat kimia, dan zat perasa yang bersifat toxic atau racun.
“Merokok elektrik itu sama bahayanya dengan merokok konvensional. Tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik,” katanya dilansir dari laman Kemenkes (1/6/2022).
Apabila zat-zat tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan masalah kesehatan serius di masa depan seperti kardiovaskular, kanker, paru-paru, tuberkulosis, dan lainnya.
Konsumsi rokok elektrik di kalangan remaja
Konsumsi rokok elektrik di kalangan remaja turut berdampak pada tingginya prevalensi atau keseluruhan kasus penyakit perokok elektrik di Indonesia.
Hasil survei penggunaan tembakau pada usia dewasa (GATS) 2021 menunjukkan prevalensi perokok elektrik naik dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021. Untuk prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun juga meningkat sebesar 19,2 persen.
Dante berharap dengan adanya data tersebut menjadi acuan bagi masyarakat terutama orang tua untuk bersama-sama menghentikan aktivitas merokok di kalangan remaja. Apabila kebiasaan buruk merokok tidak segera dihentikan, dikhawatirkan dapat membuat jumlah perokok generasi muda menigkat dan menimbulkan masalah kesehatan serus di kemudian hari.
“Temuan survei GATS ini diharapkan bisa menjadi sarana edukasi berbasis keluarga supaya orang mau berhenti merokok dan mau membelanjakan uangnya untuk makanan bergizi dan kegiatan bermanfaat dibandingkan membeli rokok,” harap Dante.
Peningkatan jumlah perokok
Dikutip dari laman Kemenkes, dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah perokok secara keseluruhan telah meningkat secara signifikan sebanyak 8,8 juta orang di Indonesia.
Hasil survei GATS yang dilakukan pada 2011 dan 2021 menunjukkan jika terdapat 60,3 juta perokok pada 2011 dan pada 2021 meningkat menjadi 69,1 juta perokok.
“Ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk melakukan upaya-upaya penghentian merokok,” kata Dante.
Selain itu, prevalensi rokok elektronik mengalami kenaikan 10 kali lipat dan prevalensi perokok pasif juga naik menjadi 120 juta orang.
Presentase keterpaparan asap rokok di beberapa tempat umum juga masih terlihat tinggi, bahkan termasuk di fasilitas pelayanan kesehatan. Lewat hasil survei tersebut ditemukan jika rokok berdampak juga pada kondisi sosial ekonomi di masyarakat.
Karena rokok menjadi pengeluaran belanja terbesar kedua pada orang miskin, hal itu lebih tinggi dari pengeluaran belanja untuk makanan bergizi. Keinginan masyarakat untuk berhenti merokok juga cukup tinggi yakni sebesar 63,4 persen dan sejumlah 43,8 persen berupaya untuk berhenti merokok.
Saat ini Kemenkes masih membuka layanan Quitline untuk masyarakat yang membutuhkan konseling untuk berhenti merokok.
Iklan rokok penyebab kenaikan perokok remaja
Dante menyebut jika tingginya prevalensi perokok remaja salah satunya disebabkan karena terpengaruh iklan rokok. Berdasarkan hasil survei menunjukkan saat ini sudah terjadi penurunan signifikan yang memperlihatkan iklan, promosi atau sponsor rokok.
Namun, peningkatan keterpaparan iklan rokok terjadi di internet meningkat 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir, yakni dari 1,9 persen pada 2011 menjadi 21,4 persen pada 2021.
“Rokok pada remaja terus kita evaluasi agar prevalensi perokok remaja bisa diturunkan. Kenaikan ini karena iklan. Kita sudah batasi iklan-iklan rokok, tapi masih ada iklan terselubung salah satunya di internet. Tapi kita akan terus perangi hal ini,” ungkapnya.
Dante berharap dengan adanya hasil survei GATS dapat ditindaklanjuti dalam kerangka penurunan angka perokok pada usia remaja ataupun dewasa. Adm
Sumber : Kompas.com
Baca Juga :  Polri Patroli Skala Sedang, Pertebal Keamanan KTT G20
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x