BERITA TERKININASIONAL

Poin-poin Penting RUU KIA, Salah Satunya Cuti Melahirkan 6 Bulan

×

Poin-poin Penting RUU KIA, Salah Satunya Cuti Melahirkan 6 Bulan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. Foto : Ist

LAJUR.CO, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) dan segera membawa RUU itu ke rapat paripurna untuk dijadikan RUU usul inisiatif DPR.

Sejumlah materi dalam RUU ini pun menjadi perhatian masyarakat, antara lain soal hak cuti melahirkan selama 6 bulan hingga hak beristirahan 1,5 bulan bila ibu bekerja mengalami keguguran.

Berikut rangkuman sejumlah poin penting dalam RUU KIA:
1. Cuti melahirkan 6 bulan
RUU KIA mengatur bahwa setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan.

Hal itu tertuang dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a draf RUU KIA.

“Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan,” demikian bunyi ketentuan tersebut.

Penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. Durasi waktu cuti melahirkan hanya 3 bulan.

RUU ini pun mengatur bahwa para ibu yang cuti melahirkan akan tetap mendapat gaji penuh untuk tiga bulan pertama dan gaji 75 persen untuk 3 bulan berikutnya.

Para ibu juga berhak mendapatkan cuti yang diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Waktu istirahat 1,5 bulan bila keguguran
Tidak hanya ibu yang melahirkan, RUU KIA juga memberikan hak bagi ibu yang mengalami keguguran untuk beristirahan.

Pasal 4 Ayat (2) huruf b rancangan beleid ini menyatakan, “Setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami kegugugran”.

Baca Juga :  Ridwan Bae ke Ali Mazi: Jangan Buat Kebijakan Konyol di Akhir Masa Jabatan!

Ibu yang cuti melahirkan maupun mengalami keguguran sama-sama tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dalam melaksanakan hak mereka.

Bila para ibu diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya, maka pemerintah pusat dan/atau daerah akan memberikan pendampingan secara hukum dan memastikan hak ibu terpenuhi dengan baik.

3. Suami berhak cuti paling lama 40 hari
Tidak hanya para ibu, RUU KIA mengatur hak cuti suami untuk mendampingi istri yang melahirkan atau mengalami keguguran.

Dalam Pasal 6 Ayat (1) RUU ini memang disebutkan bahwa suami dan/atau keluarga wajib mendampingi ibu yang melahirkan atau keguguran.

Untuk itu, RUU KIA mengatur bahwa suami berhak mendapatkan cuti pendampingan melahirkan selama paling lama 40 hari atau cuti pendampingan keguguran paling lama 7 hari.

4. Berhak dapat waktu dan tempat menyusui
Pasal 4 Ayat (2) huruf c draf RUU KIA mengatur bahwa setiap ibu menyusui berhak mendapatkan waktu dan tempat untuk menyusui selama waktu kerja.

“Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: c. mendapatkan waktu istirahat dan tempat untuk melakukan laktasi selama waktu kerja,” demikian bunyi butir aturan tersebut.

5. Ibu dan anak dapat kemudahan gunakan fasilitas umum
RUU KIA juga mengatur, ibu dan anak harus mendapat kemudahan dalam menggunakan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

“Penyedia atau pengelola fasilitas, sarana, dan prasarana umum harus memberikan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum bagi Ibu dan Anak,” demikian bunyi Pasal 22 Ayat (1) RUU KIA.

Pada ayat berikutnya, disebutkan bahwa kemudahan penggunaan bagi ibu dan anak itu meliputi dukungan fasilitas, sarana, dan prasarana di tempat kerja, tempat umum, dan alat transportasi umum.

Baca Juga :  Pengrajin Tenun Antusias Sambut Event HIPMI Support Produk Lokal

Dalam bagian penjelasan, disebutkan bahwa tempat umum yang dimaksud dalam ayat di atas antara lain adalah pasar, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, dan tempat wisata.

Adapun dukungan tersebut dapat berupa penyediaan ruang laktasi, penyediaan ruang perawatan anak, tempat penitipan anak, tempat bermain anak, dan/atau tempat duduk prioritas atau loket khusus.

Sementara itu, dukungan fasilitas, sarana, dan prasarana di tempat kerja diberikan kepada ibu yang bekerja dalam bentuk penyesuaian tugas, jam kerja, dan/atau tempat kerja dengan tetap memperhatikan kondisi dan target capaian kerja.

RUU ini pun mengatur bahwa sanksi administrasi dapat dijatuhkan kepada pengelola fasilitas umum yang tidak menjalankan ketentuan di atas.

“Penyedia atau pengelola fasilitas, sarana, dan prasarana umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pembinaan dan/atau sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi Pasal 23 RUU KIA.

Respons positif
Isi RUU KIA, khususnya soal cuti melahirkan bagi ibu, mendapat respons positif dari berbagai pihak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, ketentuan cuti melahirkan enam bulan adalah ketentuan yang ideal agar ibu yang baru melahirkan memiliki kesehatan mental dan fisik.

“Adanya cuti melahirkan yang cukup ideal akan membuat seorang ibu yang baru melahirkan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik dan anak pun bisa terjaga dan terawat dengan baik,” kata komisioner KPAI Retno Listyarti.

Baca Juga :  Beli Pertalite Wajib Daftar Mulai 1 Juli 2022

Ia pun menekankan, cuti melahirkan berdampak positif bagi keterikatan ibu dan bayi.

Selain itu, dengan lama masa cuti yang ideal, bisa menurunkan risiko kematian bayi dan meningkatkan keberhasilan lama masa menyusui.

Kebutuhan akan aturan yang bisa menjamin lama masa cuti yang ideal pun dibutuhkan lantaran selama ini, banyak perempuan pekerja yang mengambil cuti menjelang melahirkan dan sudah bekerja kembali dalam jangka waktu satu bulan setelah melahirkan.

“Banyak perempuan pekerja yang mengambil cuti menjelang melahirkan dan sudah bekerja kembali setelah sebulan melahirkan karena kadang tuntutan perusahaan. Ini yang mungkin urgen untuk diperbaiki,” ucap Retno.

Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah juga berpendapat bahwa ketentuan cuti melahirkan itu sudah lebih baik dari aturan-aturan yang ada.

Menurut dia, ketentuan tersebut perlu didukung sebagai upaya melindungi tugas-tugas reproduksi perempuan.

“Karena kita sangat memahami tugas reproduksi perempuan berat dan melelahkan sehingga perlu diperhatikan ketika dia hamil dan melahirkan sebenarnya bukan untuk kepentingannya sendiri, tapi kepentingan bangsa ini menyiapkan generasi bangsa ini,” kata Alimatul.

Akan tetapi, Alimatul mengatakan, proses pembahasan RUU KIA ini harus didukung seluruh pihak, termasuk pemberi kerja.

Pemberi kerja, kata dia, harus memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap perlindungan hak-hak reproduksi perempuan.

“Isu krusialnya jika tidak ada kesadaran dari pemberi kerja akan pemenuhan hak-hak reproduksi perempuan dan hanya mementingkan profit, maka akan berdampak pada susahnya perempuan dapat kerja,” ujar Alimatul.

“Jadi jangan memandang menerima pekerja perempuan adalah hal yang merugikan,” ucap dia. Adm

Sumber : Kompas.comIlustradi

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x