LAJUR.CO, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengisyaratkan akan menggencarkan lagi pengembangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Hal ini karena, Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya gas berlimpah.
Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Percepatan Infrastruktur Migas, Anggawira dalam pantauannya melihat, SPBG yang tersebar di Indonesia saat ini kondisinya tidak terurus bahkan sampai mangkrak. Padahal pada waktu itu Indonesia mendorong penggunaan SPBG untuk kendaraan-kendaraan umum.
Maka dari itu, Kementerian yang dipimpin oleh Bahlil Lahadalia ini akan mengoptimalkan kembali SPBG untuk bisa dimanfaatkan oleh sektor transportasi. “Nah ini saya lihat menjadi salah satu program quick win juga yang Pak Bahlil juga sudah memberikan arahan gitu ya. Untuk ini bisa dioptimalkan dan memang harus disesuaikan model bisnisnya dengan kondisi yang ada sekarang. Mungkin pada waktu itu penggunaannya lebih berat kepada transportasi,” terang Anggawira, Kamis (24/10/2024).
Bahkan, tidak menutup kemungkinan, SPBG yang tadinya hanya menyasar pada sektor kendaraan umum, ke depannya juga bisa menyasar pada sektor lainnya seperti Hotel, Restoran, dan Katering.
Anggawira menyatakan, ke depan pemerintah juga mendorong supaya SPBG bisa bekerjasama dengan pihak swasta untuk memperluas sasaran pasar. Dengan begitu, akan berdampak pada ekosistem bisnis yang lancar.
“Tapi kalau sekarang saya lihat juga dari penggunaan dari sisi demand ya. Horeka misalnya gitu ya. Itu juga cukup besar gitu. Jadi harus ada kebijakan yang lebih fleksibel gitu ya,” tandasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan, gas bumi menjadi sumber energi yang paling cocok untuk fase transisi energi ini, terutama karena Indonesia memiliki pasokan gas yang cukup melimpah saat ini.
Djoko mengungkapkan bahwa sekitar 30 tahun yang lalu, Indonesia pernah memanfaatkan gas sebagai sumber energi untuk sektor transportasi. Saat itu, telah dibangun 28 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), tetapi permintaan untuk kendaraan berbahan bakar gas menurun karena kurangnya dukungan kebijakan pemerintah.
“Kira-kira 30 tahun lalu lah ya itu kita punya sekitar 28 SPBG tapi demandnya itu berkurang itu karena tidak didukung dengan kebijakan misalnya nggak boleh lagi jualan kendaraan BBM gitu, harus gas tetapi akhirnya kita kembali lagi menggunakan gas ya terutama untuk transportasi umum,” kata Djoko, Rabu (21/2/2024).
Djoko membeberkan untuk sektor transportasi umum, Bus Transjakarta pernah 100% menggunakan armada BBG. Bahkan kendaraan dinas pemerintah, taksi, serta kendaraan umum lainnya pada saat itu juga sempat menggunakan BBG dengan alat converter kit.
“Juga untuk truk, kapal, kereta kita sudah melakukan uji coba bahkan PGN untuk motor juga sudah. Uji cobanya sudah oke gitu ya harganya pun maksimum Rp 4.500 per liter setara premium, premium kan waktu itu Rp 6.500 per liter jadi harga lebih murah dari bensin kemampuannya sama gitu,” kata Djoko.
Oleh sebab itu, Djoko menilai kebijakan atau regulasi yang diperlukan untuk mendukung penggunaan gas di Indonesia perlu ditegaskan kembali. Artinya wilayah-wilayah yang dekat dengan sumber gas baik itu yang dilalui pipa bisa dikembangkan dengan lebih masif. Adm
Sumber : Cnbcindonesia.com