SULTRABERITA.ID, KENDARI – Wacana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laolymembebaskan narapidana kasus korupsi dengan dalih mencegah penularan Covid-19 akhirnya batal.
Presiden Joko Widodo memastikan, pemerintah hanya membebaskan narapidana umum yang telah memenuhi syarat dan tak akan membebaskan narapidana koruptor.
“Saya ingin sampaikan, napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak ada revisi untuk ini. Jadi pembebasan napi hanya untuk napi pidana umum,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui sambungan konferensi video, Senin (6/4/2020).
BACA JUGA :
- Deretan Giat Jajaran Polresta Kendari Selama Ramadan, Berbagi Takjil Hingga Pengamanan Tarawih
- Pengumuman! Mendag Tarik Minyakita Kemasan 1 Liter di Pasaran
- PT Anindya Wiraputra Konsul Salurkan 3.000 Takjil di Eks MTQ
- Kantor Perwakilan LPS III Bagikan 200 Paket Sembako di Makassar & Takalar
- Buruan Daftar ! Kementan Cari Duta Petani Untuk Kampanye Potensi Sektor Pertanian Modern
Jokowi mengatakan, pembebasan narapidana umum juga dilakukan negara-negara lain untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 .
Namun, pembebasan para narapidana umum juga disertai dengan syarat dan pengawasan dari pemerintah.
“Seperti negara lain di Iran membabaskan 95.000, di Brazil 34.000 napi. Negara-negara lain juga. Minggu lalu ada juga pembebasan napi karena memang lapas kita overkapasitas. Berisiko mempercepat penyebaran Covid-19 di lapas kita,” lanjut Jokowi.
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerjasama Kemenkumham Bambang Wiyono mengatakan, dengan pernyataan Jokowi tersebut maka wacana membebaskan napi koruptor dihentikan.
“Pemerintah harus seirama, jika Menko Polhukam tidak ada rencana melakukan revisi terhadap ketentuan dimaksud, apalagi perintah Pak Presiden, maka Kemenkumham harus senada dengan keputusan tersebut,” kata Bambang kepada Kompas.com.
Bambang menuturkan, wacana revisi PP tersebut juga masih perlu pertimbangan dan kajian yang mendalam.
“Jangan sampai apa yang diputuskan bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta akan menimbulkan polemik,” ujar Bambang.
Benahi Lapas
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi yang menegaskan tidak ada pembebasan narapidana kasus korupsi.
KPK mengapresiasi hal itu karena korupsi merupakan tindak pidana berbahaya dan dampaknya sangat merugikan masyarakat dan negara.
“KPK tentu mengapresiasi apa yang telah disampaikan oleh Pak Presiden ya terkait dengan tidak ada pembebasan napi koruptor pada saat pandemi corona ini,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin.
Ali menuturkan, KPK mendorong Kemenkumham untuk membenahi pengelolaan lembaga pemasyarakatan, khususnya soal overkapasitas, sesuai rekomendasi hasil kajian KPK.
“Sehingga ke depan overkapasitas dapat diminimalisasi dan tentu pemetaan napi yang patut dibebaskan atau tidak itu akan lebih terukur,” ujar Ali.
Secara terpisah, Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengungkapkan ada tiga rekomendasi KPK terkait masalah overkapasitas di Lapas.
Rekomendasi pertama adalah bekerja sama denyan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan mengoptimalkan peran Balai Lemasyarakatan melalui mekanisme diversi untuk kasus tindak pidana ringan dan pengguna narkotika.
Sebab, saat ini terdapat sekira 40.000 napi pengguna narkoba yang sangat mungkin untuk direhabilitasi dan bukan masuk ke lapas.
Rekomendasi kedua adalah menyelesaikan masalah tahanan overstay. Sedangkan, rekomendasi ketiga adalah memberlakukan remisi berbasis sistem.
“Artinya, remisi diberikan secara otomatis melalui sistem dan bukan melalui permohonan, dengan catatan napi tidak memiliki kelakuan buruk,” kata Ipi.
Ipi mengatakan, jika rekomendasi KPK tersebut dijalankan maka persoalan overkapasitas akan berkurang signifikan.
Jika rekomendasi mengeluarkan napi narkoba dan penyelesaian oversytay dijalankan, lanjut Ipi, sekurangnya 30 persen dari total 261.000 napi dapat dikurangi dari lapas.
“Mengeluarkan napi koruptor bukan solusi, karena jumlahnya hanya sekitar 5.000 napi,” kata Ipi.
Teguran Keras
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan Jokowi yang menyatakan tak ada pembebasan koruptor harus menjadi teguran bagi Yasonna yang mewacanakan pembebasan itu.
“Pernyatan Presiden Joko Widodo layak untuk diapresiasi. Ini semestinya menjadi teguran keras bagi Menteri Hukum dan HAM untuk tidak lagi merencanakan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap koruptor,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Kompas.com.
Apalagi, lanjut Kurnia, wacana pembebasan koruptor itu muncul ketika Indonesia sedang menghadapai persoalan serius yakni merebaknya virus Corona.
Kurnia mengingatkan, bukan kali ini saja Yasonna mewacanakan kebijakan yang pro terhadap napi koruptor.
ICW mencatat setidaknya delapan pernyataan Yasonna yang mengarah pada kebijakan untuk mengurangi masa hukuman napi koruptor sejak 2014 lalu.
“Caranya pun beragam, mulai dari revisi PP 99/2012 sampai pada revisi UU Pemasyarakatan,” ujar Kurnia.
Oleh karena itu, ICW meminta Jokowi menghentikan pembahasan revisi UU Pemasyarakatan di DPR karena salah satu poin revisi UU tersebut akan mencabut PP 99 Tahun 2012.
“Sehingga sama saja, jika pembahasan itu berlanjut maka kebijakan pemerintah tetap menguntungkan pelaku korupsi,” kata Kurnia. Adm
Sumber : kompas.com
Judul : https://nasional.kompas.com/read/2020/04/07/06482411/wacana-yasonna-bebaskan-koruptor-yang-tak-pernah-dibahas-bersama-jokowi?page=all#page1