LAJUR.CO, KENDARI – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengunjungi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam rangka menyerap aspriasi Prolegnas tahun 2025-2029 dan penyusunan RUU Prioritas tahun 2025, Rabu (13/11/2024). Rombongan Baleg DPR RI berjumlah 10 orang dipimpin Ahmad Doli Kurnia Tandjung disambut langsung Pj Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto dan Sekda Sultra Asrun Lio, pejabat Pemprov Sultra dan perwakilan akademisi.
Pada pertemuan tersebut, Ahmad Doli mengatakan, kunjungan ke Sultra merupakan bagian rangkaian tugas Baleg menuju penyusunan Prolegnas dengan mengunjungi berbagai provinsi di Indonesia. Pada tahap kedua, Baleg DPR RI membagi tugas penyerapan aspirasi ke Provinsi Lampung, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Sultra.
Menurut Doli, hal menarik menjadi perhatian DPR RI saat penyerapan aspirasi di Bumi Anoa adalah mengenai fakta SDA Sultra yang melimpah namun tidak dibarengi PAD yang signifikan.
“Sultra dipetakan sebagai daerah penghasil nikel terbesar, tapi PAD kecil, berarti ada masalah,” ungkap Doli.
Akademisi UHO, Prof Eka Suaib yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengungkap hal sama. Ia mengkritik rendahnya dana bagi hasil ditransfer pusat ke Provinsi Sultra padahal daerah ini memberi andil yang signifikan dari sektor tambang nikel. Ia berharap kehadiran DPR RI dapat menyuarakan pembagian hasil yang sepadan bagi daerah yang punya kontribusi dari sektor tambang seperti Sultra.
Menjawab hal tersebut, Doli sepakat jika daerah penghasil seyogyanya mendapat porsi pembagian lebih besar. Ia mengakui, sejauh ini lembaga DPR RI tidak memiliki instrumen atau lembaga yang khusus mengawasi dan mengatur formulasi dana bagi hasil hasil sehingga asas keadilan dapat terpenuhi.
“Tidak ada keberpihakan, tidak ada keadilan karena tidak ada yang awasi dana bagi hasil daerah di DPR. Kecuali kepala daerah punya lobi yang bagus.
Padahal kalau dibuat, bisa ada reward ke daerah kaya seperti Sultra,” jelas Doli.
Fakta lain juga diutarakan Andap Budhi Revianto tentang sikap perusahaan tambang yang tidak patuh menyelesaikan tunggakan pajak air permukaan (PAP). Pemprov Sultra bahkan digugat perusahaan lantaran mengajukan klaim tunggakan pembayaran PAP.
Total tunggakan pajak air permukaan yang urung dibayarkan perusahaan mencapai Rp25 miliar terhitung sejak tahun 2017. Beberapa diantaranya bandel, tidak melaporkan volume penggunaan pajak air permukaan sehingga menyulitkan pemerintahan melakukan kalkulasi PAD. Padahal, PAP menjadi salah satu sumber PAD signifikan bagi Pemprov Sultra dari sektor tambang.
Andap berharap kehadiran rombongan Baleg DPR RI dapat menjembatani permasalahan tersebut.
“Disusun kembali tata niaga PAP agar sinkron. Diatur secara nasional karena
selama ini ada beda persepsi,” ucap Andap.
Lebih jauh, Andap mengatakan Provinsi Sultra masuk dalam kategori daerah dengan kapasitas fiskal yang lemah.
“Pendapatan daerah bergantung pendapatan transfer pusat. Sultra masuk 15 Provinsi Sultra bersama Kalteng kategori fiskal rendah,” ungkap Andap. Adm