LAJUR.CO, KENDARI – CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy menyampaikan tanggapan menyusul komplain tiga gubernur se-Sulawesi atas rencana perpanjangan kontrak karya PT Vale di Blok Pomalaa Sulawesi Tenggara, Blok Sorowako di Sulawesi Selatan dan Blok Bahodopi Sulawesi Tengah.
Sebagaimana diberitakan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sultra Ali Mazi, dan Gubernur Sulteng Rusdy Mastura saat rapat dengar pendapat (RDP) panitia kerja (panja) Vale dengan Sekjen dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM di DPR RI, Kamis (8/9/2022), kompak menolak memperpanjang IUP PT Vale.
Mengenai hal ini, Febriany menyatakan lebih ingin berdiskusi dengan pemerintah agar fokus mencari solusi atas ragam permasalahan yang sempat diutarakan tiga gubernur di atas dibanding terlibat dalam debat panjang.
“Vale tidak ingin berdebat panjang, kami ingin berdialog dan mencari solusi dan memberi manfaat lebih banyak ke masyarakat,” ucap Febry saat konferensi pers penandatanganan komitmen kerjasama PT Vale Indonesia Tbk dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company (“Huayou”) untuk mengembangkan smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (“HPAL”) di Sorowako, Selasa (13/9/2022).
Saat ini, lanjut Febry, PT Vale tengah berkonsentrasi pada agenda kerja pembangunan teknologi smelter yang mengusung konsep rendah karbon di Blok Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa. Dengan begitu perseoran dapat menjalankan target sesuai timeline. PT Vale juga kini tengah menyelesaikan laporan tentang pertambangan berkelanjutan serta memastikan masyarakat di daerah ekspansinya bisa mandiri pascatambang.
Febry berkeyakinan pemerintah akan menjaga iklim investasi sehingga dapat tumbuh serta berkembang menyokong perekonomian bangsa.
Apalagi komitmen PT Vale membangun industri tambang berkelanjutan di tanah air sejatinya sejalan dengan misi pemerintah mengurangi emisi karbon.
Seperti diketahui, PT Vale bertahap telah menyetop pemakaian bahan bakar batubara atau fosil lantaran emisi karbon dihasilkan begitu tinggi & memicu pemanasan global.
Di Blok Bahodopi, PT Vale sukses mengandeng dua investor China membangun pabrik smelter memakai energi gas.
Smelter Blok Bahodopi dengan konsep green energy ini digadang sebagai pabrik ekstraksi nikel dengan emisi karbon terendah dibangun PT Vale setelah Blok Sorowako dan menyusul Blok Pomalaa.
“Tentang komitmen low carbon, laporannya (sustainablity report,red) dapat dilihat, karena PT Vale adalah perusahaan terbuka, Laporan penambangan keberlanjutan dan kontribusi ke pemerintah dapat dilihat dalam laporan yang dipublikasikan secara kontinyu oleh perseroan,” ucap Febriany.
Tak hanya itu saja, PT Vale juga mendukung pemerintah membangun ekosistem mobil listrik dengan menjadi salah satu supplier baterai listrik.
“Kita percaya, pemerintah akan memberi kenyamanan bagi investasi, semangat PT Vale menerapkan pola pertambangan berkelanjutan sejalan dengan misi pemerintah menurunkan emisi karbon dan membangun ekosistem mobil listrik,” ulas Febry.
Lebih jauh mengenai koreksi tiga gubernur se-Sulawesi terhadap pola investasi PT Vale yang dianggap tidak memberi andil, ia menyatakan seyogyanya pemerintah pemerintah provinsi mengeluarkan blue print Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM) untuk usaha pertambangan. RIPPM ini kemudian menjadi tolak ukur bersama dalam penilaian baik buruk raport investasi di daerah.
Dalam pembangunan berkelanjutan, kata Febriany, ada tiga unsur penting terlibat yakni pemerintah, masyarakat dan perusahaan.
“Kalau ketiganya tidak dirembukkan bersama akan ada tumpang tindih. Tidak ada yang sempurna, demikian juga PT Vale. Kami siap berdialog, kalau ada kurang kita cari solusi, bahwa Kita (PT Vale) bisa berkarya. Program CSR kita ketahui telah mendapat pengakuan dari Kemenko Maritim dan Investasi, serta Kementerian PDT. Kalau ini jadi penyebab (kontribusi minim), kami mau berdiskusi, dengan senang hati akan kami perbaiki,” ulas Febriany panjang lebar.
Ia melanjutkan, khusus pabrik PT Vale di Luwu Timur Sulawesi Selatan sekitar 86 persen karyawan merupakan pekerja lokal.
Mengenai kontribusi di sektor pajak, PT Vale terbilang patuh terhadap aturan pemerintah. Selama sepuluh tahun terakhir kalkulasi data penerimaan negara oleh PT Vale mencapai Rp16,6 triliun. Distribusi CSR PT Vale pun dijalankan sesuai dengan aturan.
“Kalau dibilang lebih atau kurang, tergantung tolak ukurnya. Mari berdiskusi dengan hati. Kami tentu dengan senang hati akan memperbaiki jika ada hal yang kurang. Dukung kami agar tetap konsisten dengan penambangan berkelanjutan, memberi kontribusi bagi bangsa, menjadi perusahaan berskala global yang tampil dikancah internasional,” ungkap Febriany. Adm