HEADLINENASIONAL

Buram Kasus Sumbangan Rp2 T yang Dianggap Sulit Dipidanakan

×

Buram Kasus Sumbangan Rp2 T yang Dianggap Sulit Dipidanakan

Sebarkan artikel ini

LAJUR.CO, KENDARI – Polemik rencana pemberian sumbangan Rp2 triliun untuk penanganan Covid-19 di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) oleh anak bungsu Akidi Tio, Heriyanty, masih bergulir.

Pihak kepolisian masih melakukan pendalaman dan penyelidikan terhadap Heriyanty sejak dijemput untuk dimintai keterangannya pada Senin (2/8). Hingga saat ini, belum ada yang dijerat tersangka oleh penyidik.

Pemeriksaan masih bergulir hingga saat ini. Heriyanty diperiksa kejiwaannya oleh psikolog dari Polda Sumsel dan Anak-anak Akidi Tio yang lain pun akan segera dimintai keterangannya.

Namun berkembangnya perkara ini dinilai akan menyulitkan kepolisian menemukan unsur-unsur pidana yang dilanggar oleh anak mendiang pengusaha asal Aceh tersebut dalam peristiwa rencana sumbangan Rp2 triliun tersebut.

“Secara hukum agak susah diterapkan pasal mana. Karena belum ada yang dirugikan,” kata Pengacara Hotman Paris Hutapea dalam keterangannya melalui akun Instagram @hotmanparisofficial dan telah dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Kamis (5/8).

Menurut dia, hingga saat ini belum ada pasal yang cocok untuk diterapkan dalam menjerat Heriyanty. Misalnya, Pasal 28 ayat (2) Undang-undang ITE terkait penyebaran informasi yang menimbulkan pertentangan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Baca Juga :  Ridwan Bae Sebut Jembatan Penghubung Muna-Buton Diproyeksi Sedot Rp15 Triliun, ini Tiga Opsi Penganggarannya!

Pasal itu tak tepat karena permasalahan sumbangan tak berkaitan dan menimbulkan pertentangan SARA. Dia menganggap, peristiwa dana hibah itu kini menjadi candaan bagi masyarakat Indonesia.

Pasal lain di KUHP, kata dia, juga sulit diterapkan karena delik-delik yang diperlukan tak terpenuhi. Misalnya, Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Pasal ini sering digunakan bagi kasus-kasus penipuan yang memiliki korban dirugikan.

“Dalam kasus 2 triliun siapa yang korban. Kan penipuan itu apabila seseorang menyerahkan harta bendanya atau uangnya kepada seseorang karena janji-janji atau informasi yang salah. Itulah namanya penipuan,” kata pengacara tersebut.

Senada hal itu, Direktur Eksekutif Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar juga menilai bahwa sulit menjerat hukum Heriyanty dalam perkara tersebut.

Dalam video yang diunggahnya pada 3 Agustus, Hari mengatakan bahwa aparat akan terlalu dini jika berkeras menjerat Heriyanty sebagai tersangka. Dia mempertanyakan letak kesalahan Heriyanty yang dapat berimplikasi pelanggaran hukum.

“Karena kesalahannya itu di mana, kalau dibilang penipuan saya pikir penipuannya belum terpenuhi,” kata Haris dalam video sebagaimana dikonfirmasi CNNIndonesia.com.

Dia beranggapan, saat ini perkara tersebut bergulir karena penyerahan sumbangan Rp2 triliun gagal sebab pihak pemberi tak memiliki cukup uang.

Baca Juga :  Cara Perpanjang SIM Online

Sedangkan, kata dia, sumbangan bukan merupakan hal wajib untuk dilakukan. Sehingga seharusnya tak bisa dijadikan beban bagi penyumbang untuk menunaikan hal tersebut.

“Kalau penipuan itu kalau dia ada beban. Kalau mau dijadikan tersangka harus ketemu delik materiil dugaan tindakan pidana yang lain,” ucap dia.

Haris yang vokal menyuarakan isu-isu HAM tak sepakat jika penyerahan sumbangan itu disebut sebagai berita bohong alias hoaks.

Menurutnya, lebih tepat jika peristiwa itu tercipta karena kelalaian aparat negara yang tak melakukan verifikasi lebih lanjut ketika hendak menerima sumbangan. Padahal, kata dia, negara memiliki kelengkapan untuk dapat menelusuri kepastian uang sumbangan sebelum dipublikasikan ke masyarakat.

“Namanya orang mau niat nyumbang tapi ternyata duitnya enggak cukup, ya sudah. Peristiwanya itu enggak ada yang hoaks. Dia mau nyumbang, benar kan. Terus bawa duitnya enggak ada,” tambah dia.

Sejak perkara sumbangan ini bergulir, polisi sempat mengungkapkan kalau anak bungsu Akidi itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Oleh sebab itu, dia dijemput penyidik pada Senin lalu.

Baca Juga :  Ada 1.312 Investor Saham Baru di Sultra Awal Tahun ini

Direktur Intelijen dan Keamanan (Dirintelkam) Polda Sumsel, Kombes Ratno Kuncoro mengatakan bahwa penyidik akan menggunakan pasal 15 dan 16 KUHP karena membuat kegaduhan.

Adapun pasal 15 berisi: ‘Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun’

Sementara, Pasal 16 berbunyi: ‘Barang siapa terhadap bendera kebangsaan Indonesia dengan sengaja menjalankan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan perasaan penghinaan kebangsaan, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya satu tahun enam bulan’.

Namun demikian, hal itu langsung dibantah oleh Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Supriadi. Dia mengatakan bahwa Heriyanty belum ditetapkan sebagai tersangka dan masih diperiksa oleh penyidik.

“Statusnya masih dalam proses pemeriksaan. Belum tersangka, yang menetapkan tersangka Ditreskrimum yang punya kewenangan dalam proses penyidikan,” ujar Supriadi saat konferensi pers di depan gedung Ditreskrimum Polda Sumsel, Senin (2/8). Adm

Sumber : CNNIndonesia.com

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x