LAJUR.CO, KENDARI – Lomba Kurasi Proposal Film diselenggarakan Dinas Pariwisata Sulawesi Tenggara (Sultra) kini telah memasuki tahap kurasi terhadap 10 besar. Kesepuluh peserta lomba Kurasi Proposal Film ini berasal dari sejumlah kabupaten/kota di Sultra.
Salah satu peserta, Sahrul dari Buton Selatan Creative berbagi cerita soal proposal film yang diajukannya dalam lomba tersebut. Dirinya mengangkat tema Romance Adventure dengan latar belakang sebuah desa wisata di Buton Selatan (Busel).
Dalam pembuatan ide atau skenario film, penyelenggara mewajibkan peserta agar memasukan muatan materi terkait desa wisata di wilayah Sultra.
Para peserta memilih dua opsi terkait latar belakang Desa wisata Sultra dalam proposal film yang mereka ajukan. Sineas dapat memasukkan informasi desa wisata dalam ide cerita film, atau menjadikan desa wisata Sultra sebagai lokasi syuting.
Dalam ide film pendek dibuat alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu, desa wisata menjadi latar tempat fim diperankan dua orang muda mudi. Seorang tokoh utama yang merupakan perempuan Suku Muna melakukan perjalanan eksplorasi keindahan wisata di Busel.
Petualangan menjajal tempat wisata ikonik di Busel yakni Desa Wisata Gaya Baru (Waburi Park) itu dilakukan tokoh utama sebelum akhirnya mengunjungi daerah lain.
“Jadi perempuan itu solo traveler orang Muna tujuannya mengeksplor Sultra, jadi namanya Waburi Park,” curhat Sahrul diwawancarai awak Lajur.co, Selasa (21/5/2024).
Bagi Sahrul, industri film saat ini menjadi media promosi yang tepat untuk memperkenalkan kekayaan dan potensi wisata di daerah, termasuk Bumi Anoa. Dalam narasi film dibuatnya, Sahrul menampilkan kearifan lokal di Busel dan Sultra pada umumnya.
“Kearifan lokal itu saya tampilkan adegan makan Parende, Kopi Hendea juga masuk inframe, terus ada tempat ikonik di Busel,” kata Sahrul.
Sebagai lulusan jurusan perfilman, pemuda Busel itu mengatakan banyak hal yang dapat menjadi ide pembuatan cerita atau film. Kreatifitas merangkai pengalaman dan inspirasi dari berbagai sumber dapat menjadi karya yang apik jika dapat disusun dengan baik.
“Menemukan ide itu agak menantang sih tapi dimana aja bisa didapatkan, sekreatif kita merangkainya bagaimana. Banyak juga dari pengalaman pribadi dan inspirasi dari film lain,” tuturnya.
Sebelum mengikuti lomba kurasi proposal film oleh Dispar Sultra tahun 2024 ini, Sahrul sudah pernah berhasil membuat film berjudul “Di Waktu Senja”. Meski penayangannya masih skala lokal, namun cukup memberi arti bagi sutradara film itu sendiri.
Dalam perkembangannya, keterbatasan biaya menjadi kendala paling berarti selama proses pembuatan film. Karena dana yang dimiliki terbatas itu, kata Sahrul menyebabkan hasil produksi film juga tidak maksimal.
“Kendala saya yang pertama itu adalah soal budget, karena memang kita buat film kita butuh banyak hal, konsumsi, properti, susah cari sponsor, karena low budget jadi kita cari talent yang apa adanya saja. Terkadang ide visual itu tidak kesampaian,” curhatnya.
Adapun peserta lain dalam lomba yang sama adalah Axo Picture Bombana, Genpi Kolaka Timur, Buton Selatan Creative, Kampo Film Wakatobi, dan Buton Tengah Creative.
Tiga partisipan diantaranya dari Kota Baubau yakni Deltamedia, Api Visual, dan Milenia . Sementara yang berasal dari Kota Kendari berjumlah 2 peserta yaitu Kendari Sinematografi dan Genpi Sultra. Red
